Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi. Namun kali ini tidak tanggung-tanggung, dalam perkara yang teregistrasi dengan nomor 33/PUU-X/2012, para pemohon yang terdiri dari tiga mahasiswa dan seorang ibu rumah tangga, meminta MK untuk membatalkan UU PT secara keseluruhan.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh salah satu kuasa hukum Pemohon, Pratiwi Febri, dalam Sidang Pendahuluan, Selasa (9/4) siang, di Ruang Sidang Panel MK. Adapun para Pemohon Prinsipal dalam perkara ini adalah Moh. Junaidi (Pemohon I), Ahmad Rizky Mardhatillah Umar (Pemohon II), Aida Milasari (Pemohon III), dan Yogo Danianto (Pemohon IV).
Pratiwi Febri mengungkapkan, norma hukum yang dikandung dalam UU PT telah mengatur hingga sampai pada hal-hal teknis, terutama terkait pengelolaan keuangan, yang pada akhirnya menghilangkan tujuan utama atau hakikat (raison de’etre) pendidikan tinggi serta melahirkan ketidakadilan bagi sejumlah anak bangsa. “Jadi sejak awal keberadaan UU Pendidikan Tinggi ini telah mencerabut raison de’etre keberadaan pendidikan tinggi itu sendiri,” tegasnya.
Faktanya, kata dia, sejak beberapa perguruan tinggi negeri menjadi berbadan hukum berdasarkan UU PT, seperti Universitas Indonesia (kampus Pemohon I) dan Universitas Gadjah Mada (kampus Pemohon II), telah melahirkan sejumlah kebijakan kampus yang ujung-ujungnya menambah beban pembiayaan pendidikan kepada mahasiswa. “Kerugian Pemohon I adalah meningkatnya biaya pendidikan di UI, berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional berupa terhambatnya pemenuhan hak atas pendidikan tinggi yang bekualitas dan terjangkau,” bebernya.
Menurut Pratiwi, hal itu juga berpotensi dialami oleh Pemohon III dan Pemohon IV. Di mana Pemohon III sebagai seorang ibu dari lima anak yang masih dalam usia pra-kuliah dan Pemohon IV sebagai aktivis kampus yang concern terhadap hak-hak mahasiswa akan kesulitan dalam memperoleh hak atas pendidikan bermutu dan terjangkau yang dijamin oleh konstitusi.
Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, para Pemohon meminta MK untuk mengabulkan seluruh permohonannya. “Menyatakan Undang-Undang Pendidikan Tinggi bertentangan dengan khususnya alinea pembukaan UUD 1945, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 31 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Pratiwi.
Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan Pemohon tersebut, selanjutnya Panel Hakim Konstitusi yang terdiri dari Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (Ketua Panel), Hakim Konstitusi Harjono, dan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memberikan beberapa saran dan nasihat kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. “Permohonan terlalu panjang, sehingga tidak fokus,” ungkap Fadlil Sumadi. (Dodi/mh)