Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh tujuh mahasiswa dari Surabaya, Malang, Pacitan dan Jakarta. Putusan dengan nomor 95/PUU-X/2012 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh.Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi pada Kamis (28/3) di Ruang Sidang Pleno MK. “Menyatakan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya.
Mahkamah Konstitusi dalam pendapatnya menyatakan frasa, “Tiap-tiap warga negara”, frasa, “Setiap orang”, dan frasa, “Setiap orang” yang terdapat pada awal Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, yang menjadi dasar pengujian konstitusional permohonan Para Pemohon, memang merupakan jaminan persamaan kedudukan di hadapan hukum dan larangan membeda-bedakan orang, asal syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dipenuhi oleh seseorang.
Namun demikian, secara khusus, Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 tersebut merupakan pasal yang mengatur hak untuk memperoleh manfaat dari program afirmatif bagi warga negara tertentu yang mengalami ketertinggalan dalam menikmati hak-hak konstitusional pada umumnya. Program afirmatif tersebut dimaksudkan supaya yang bersangkutan dapat memperoleh kemajuan yang sejajar dengan warga negara yang lain, sehingga mempunyai kesempatan yang sama.
“Dengan demikian, maka menjadikan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar pengujian oleh para Pemohon yang keadaannya tidak sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, menurut Mahkamah, tidak relevan,” kata Mahkamah.
Untuk dapat diangkat menjadi guru, sambung Mahkamah, UU 14/2005 telah menentukan beberapa syarat yang tercantum dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11. “Menurut Mahkamah, seseorang yang bukan lulusan LPTK tidak secara serta merta dapat menjadi guru jika tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas. Dengan demikian, posisi antara lulusan LPTK dan non-LPTK telah ekuivalen terkait dengan syarat-syarat tersebut, sehingga tidak terdapat perlakuan yang berbeda yang bertentangan dengan konstitusi.”
Akhirnya menurut Mahkamah, dalil-dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan hukum.
Sebelumnya Pemohon dalam pokok permohonannya meminta supaya frasa, “pendidikan sarjana atau program diploma empat” dalam Pasal 9 UU 14/2005 dinyatakan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali kalau dimaknai sebagai, seorang guru harus mempunyai kualifikasi sarjana kependidikan atau program diploma empat kependidikan” yang berarti selain sarjana kependidikan atau program diploma empat kependidikan, tidak boleh menjadi guru. (Utami Argawati/mh)