Terhadap permohonan agar parpol diartikan sebagai parpol yang diusulkan oleh golongan rakyat, golongan buruh, golongan petani, golongan kaum miskin kota, golongan fungsional seluruh rakyat Indonesia, berdasarkan Kongres Nasional Rakyat yang dihadiri oleh utusan-utusan golongan, hal demikian tidak masuk akal dan tidak mungkin diatur secara teknis dalam sistem kepartaian.
Keberadaan parpol merupakan wadah penyaluran aspirasi masyarakat yang sudah berlaku universal dan sudah menyediakan tempat terhadap golongan-golongan yang dimaksud oleh Pemohon. Oleh sebab itu, seharusnya golongan-golongan tersebut dapat menentukan pilihannya sendiri untuk bergabung ke dalam salah satu parpol yang keberadaannya telah sah menurut undang-undang.
Hal demikian bagian pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan permohonan Sri Sudarjo selaku Pemohon PUU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden - Perkara No. 4/PUU-XI/2013 yang dinyatakan tidak dapat diterima dan ditolak, Selasa (26/3) sore di Ruang Sidang Pleno MK.
Pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 42/2008 bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945. Pemohon mendalilkan pasal dan/atau ayat yang dimohonkan pengujian tersebut telah mengakibatkan pembatasan, tidak memberikan ruang untuk melahirkan pemimpin yang berasal dari rakyat, bahwa rakyat bertindak sebagai pemegang kedaulatan.
Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (2) UU 42/2008 yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon pernah diuji dan diputus oleh Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu yaitu Putusan No. 51-52-59/PUU-VI/2008 tanggal 18 Februari 2009, Putusan No. 56/PUU-VI/2008 tanggal 17 Februari 2009, dan Putusan No. 26/PUU-VII/2009 tanggal 14 September 2009. Hak-hak konstitusional yang didalilkan Pemohon telah dirugikan dalam perkara-perkara terdahulu juga dilandaskan pada ketentuan pasal dan/atau ayat UUD 1945 yang sama dengan yang dijadikan dasar pengujian oleh Pemohon dalam permohonan a quo, kecuali hak konstitusional yang menurut Pemohon diatur dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945.
Berdasarkan pertimbangan adanya perbedaan dasar pengujian dan/atau alasan konstitusional yang didalilkan Pemohon perkara a quo, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tersebut tidak termasuk sebagai permohonan yang ne bis in idem, dan karenanya Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 42/2008 dapat diuji kembali dengan dasar pengujian Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945.
“Dengan demikian, sejauh menyangkut dasar pengujian Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 adalah ne bis in idem,” ucap Hakim Konstitusi Anwar Usman yang membacakan pendapat Mahkamah.
Menurut Mahkamah, pasal dan/atau ayat yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon pada pokoknya mengatur mengenai sistem Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, terutama mengenai mekanisme pencalonan atau pengajuan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik, yang menurut Pemohon partai politik dimaksud tidak mewakili seluruh golongan dalam masyarakat.
“Sementara Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 mengatur tentang hak warga negara atas penghidupan, dalam konteks pekerjaan dan pencarian nafkah yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 tidak mengatur hal yang sama dengan ketentuan pasal dan/atau ayat UU No. 42/2008 yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya, sehingga Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 tidak tepat atau tidak relevan untuk dijadikan sebagai dasar pengujian dalam perkara a quo,” ungkap Anwar Usman.
“Amar putusan mengadili, permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 tidak dapat diterima. Selanjutnya, permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 ditolak,” demikian dibacakan Ketua Pleno Mahfud MD yang didampingi para hakim konstitusi lainnya. (Nano Tresna Arfana/mh)