Pengujian Pasal 8 Ayat (2) huruf d UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (26/3). Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 22/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh Partai Persatuan Nasional (PPN) yang diwakili oleh Oesman Sapta selaku Ketua Umum dan Ratna Ester Lumbantobing selaku Sekretaris Jenderal.
Dalam sidang perbaikan permohonan, Hakim Konstitusi Harjono menanyakan kepada Pemohon apakah perbaikan permohonan telah diserahkan pada tanggal 21 Maret 2013? Kemudian Harjono juga menanyakan apakah perbaikan yang dilakukan sudah dianggap cukup? Atas pertanyaan Majelis Hakim, Pemohon mengatakan telah menyerahkan perbaikannya pada tanggal tersebut. Selain itu, dia juga mengatakan, perbaikan tersebut sudah dianggap cukup. Majelis Hakim kemudian mengesahkan beberapa alat bukti yang diajukan oleh Pemohon, alat bukti tersebut yaitu P-1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.
“Kalau memang Pemohon sudah menganggap bahwa permohonannya cukup, sudah disempurnakan sesuai dengan nasihat Hakim, maka pemeriksaan pendahuluan untuk menerima perbaikan, saya nyatakan cukup dan oleh karena itu, nanti Anda akan menunggu saja setelah hasil RPH karena banyak kemungkinan,” ujar Harjono.
Harjono menjelaskan, mungkin saja perkara ini tidak dibawa ke Pleno dan mungkin saja tidak.“Kalau toh nanti akan ada kemungkinan dibawa ke Pleno, Saudara bisa menyiapkan, selain bukti yang sudah ada, kelengkapan mengenai saksi dan ahli, dengan demikian saya anggap cukup dan sidang saya nyatakan ditutup,” imbuh Harjono.
Dalam permohonan sebelumnya, Pemohon mendalilkan dirugikan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf d UU Pemilu Legislatif, yang menyebutkan,“Partai Politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan: memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan.” Sebagai calon peserta Pemilu Tahun 2014 yang tidak diloloskan oleh KPU sebagai parpol peserta Pemilu 2014 mengalami kerugian, baik kerugian materil dan imateril karena banyaknya dana dan tenaga yang dikeluarkan dalam membentuk kepengurusan tingkat kecamatan di seluruh Indonesia, maupun kerugian karena tidak lolosnya Pemohon dalam verifikasi faktual yang disebabkan inkonsistensi pelaksanaan ketentuan tersebut. (Utami Argawati/mh)