Beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Badan Legislatif Mahasiswa Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Senin (25/3) siang. Rombongan ini diterima oleh Staf Ketua MK, Abdul Ghoffar di Ruang Konferensi, Gedung MK.
Pada kesempatan tersebut, Ghoffar dan para mahasiswa berdiskusi tentang berbagai hal tentang MK, khususnya terkait kewenangan MK dalam mengadili perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah. Sebagai pengantar, Ghoffar menjelaskan tentang struktur ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 serta latar belakang lahirnya MK.
Ghoffar mengatakan, terdapat empat kewenangan dan satu kewajiban yang diemban oleh MK sebagaimana dirumuskan dalam UUD 1495 pasca perubahan. Empat kewenangan tersebut yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) termasuk PHPU pemilukada. Adapun satu kewajiban, yakni wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Adapun dalam mengadili perselisihan hasil pemilukada selama ini, ujar Ghoffar, MK tidak mentolerir pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang berpengaruh secara signifikan terhadap hasil akhir pemilukada. Dalam beberapa putusannya, MK akhirnya harus memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk melakukan pemungutan dan/atau penghitungan suara ulang. Bahkan, pada perkara tertentu, MK sampai mendiskualifikasi pasangan calon terpilih.
“MK tidak mentolerir pelanggaran-pelanggaran atas asas Pemilu yang diatur dalam konstitusi. MK adalah pengawal konstitusi,” tegas Ghoffar.
Ditanya apakah MK kewalahan dalam menangani perkara-perkara PHPU kepala daerah, Ghoffar menjawab dengan fakta. Selama ini, ujar dia, MK tidak pernah memutus melewati batas waktu yang telah ditentukan, yakni 14 hari kerja. “Sampai detik ini, tidak ada perkara yang melewati batas waktu penyelesaian perkara,” katanya.
Menanggapi pertanyaan lainnya yang menanyakan tentang batas kewenangan MK, Ghoffar menegaskan bahwa MK tidak memutus perkara pidana, meskipun beberapa tindak pidana yang mewarnai pelaksanaan Pemilukada terungkap dalam persidangan MK. Sebab, pekara pidana merupakan kewenangan kepolisian dan peradilan umum, bukan kewenangan MK. “MK merupakan peradilan ketatanegaraan,” jelasnya. (Dodi/mh)