Lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan amandemen UUD 1945. “Sebanyak empat kali terjadi amandemen UUD 1945, mulai 1999 sampai dengan 2002. Dalam amandemen ketiga UUD 1945 tertuanglah lembaga baru, salah satunya lahirnya MK,” kata Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan, H. Wiryanto kepada para pelajar SMA I Diponegoro Jakarta yang bertandang ke MK, Jumat (22/3) siang.
Dikatakan Wiryanto, negara Indonesia tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK dan sekaligus yang pertama di dunia pada abad ke-21. Pada 13 Agustus 2003, Presiden Indonesia mengesahkan UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
“Maka tanggal 13 Agustus 2003 ditetapkan sebagai hari lahirnya Mahkamah Konstitusi,” ungkap Wiryanto yang didampingi Nurhay Abdurahman, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA I Diponegoro Jakarta.
Wiryanto juga menjelaskan mengenai pengertian konstitusi sebagai seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan-ketentuan dasar suatu negara. Oleh karena itu, aturan atau hukum yang terdapat dalam konstitusi mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu negara.
“Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar dan dapat pula yang tidak tertulis,” ucap Wiryanto.
Konstitusi pada umumnya memuat materi kesepakatan yang dibuat oleh negara, meliputi kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama; kesepakatan tentang aturan-aturan hukum sebagai landasan pemerintah; kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan.
“Tujuan negara Indonesia disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” papar Wiryanto
Kewenangan dan Kewajiban MK
Lebih lanjut Wiryanto menerangkan kewenangan dan kewajiban MK seperti disebutkan dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 jo. Pasal 10 UU MK. Bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. “Kewenangan MK berikutnya, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum,” ucap Wiryanto kepada para pelajar.
Selain itu, lanjut Wiryanto, MK memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)