Pada sidang terakhir uji materi UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Pemilu Legislatif), pemohon prinsipal Wakil Gubernur Sumatera Barat, Muslim Kasim dan tim kuasa hukumnya, menghadirkan empat orang ahli yakni Maruarar Siahaan, Yuliandri, Saldi Isra dan Andrianof Chaniago .
Ahli yang seluruhnya menerangkan bahwa keharusan mengundurkan diri secara permanen bagi kepala daerah yang akan maju sebagai anggota legislatif dinilai telah menciptakan nuansa diskriminatif di hadapan hukum, karena aturan yang sama tidak diberlakukan pada anggota legislatif yang akan maju sebagai calon kepala daerah.
Dalam keterangan ahlinya, mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menyebut, kepala daerah dan anggota legislatif harus ditempatkan pada kedudukan yang sama. Hal ini karena keduanya merupakan jabatan politis yang diperoleh melalui pemilihan umum, sehingga terhadap kedua jabatan tersebut harus diterapkan ketentuan yang sama.
“Tapi mengapa pada anggota legislatif yang akan menjadi kepala daerah, tidak diharuskan mundur permanen? Seharusnya pada hal yang sama diberlakukan hukum yang sama, dan pada hal yang berbeda, diberlakukan hukum yang berbeda,” urai Maruarar.
Senada dengan itu, ketiga ahli yang dihadirkan dimuka persidangan juga menjelaskan hal yang serupa. Menurut mereka bahwa “pemaksaan” mundur permanen bagi kepala daerah telah menghilangkan hak politik calon kepala daerah.
Idealnya menurut Yuliandri, setiap ketentuan perundang-undangan harus memenuhi asas kesamaan dalam hukum, asas keseimbangan, keselarasan, keserasian, dan asas ketertiban hukum. Namun sangat disayangkan, esensi dari regulasi yang mengatur pemilhan anggota dewan telah menghilangkan jaminan kepastian hukum yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara, termasuk kepala daerah yang akan bertarung dalam kontestasi pemilihan anggota parlemen.
Tak Perlu Mundur
Ditemui usai persidangan, Pemohon yang wakil Gubernur Sumatra Barat, Muslim Kasim menjamin dirinya dapat memegang teguh netralitas dan integritasnya sebagai kepala daerah selama proses rekrutmen calon legislatif. Bahkan pihaknya menyarankan agar pemberlakukan mundur sementara atau cuti diluar tanggungan, dapat dijadikan solusi bagi permasalahan ini.
“Saya rasa saya tidak perlu mundur permanen, cukup cuti sementara sampai proses pencalon selesai. Paling lambat dua bulan. Yang perlu dilakukan disini adalah pengawasan yang ketat apakah ada penyalahgunaan kekuasaan atau fasilitas negara. Itu saya kira.” ujarnya pada Majalah Konstitusi.
Dilain pihak, pemerintah yang diwakili Mualimin Abdi dari Kementrian Hukum dan HAM menolak memberi komentar atas materi persidangan hari ini. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya pada Majelis Hakim MK untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya. (Juliette/mh)