Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menerima kunjungan dari para pelajar SMAN 1 Wonosari, Klaten pada Senin (18/3) siang di lantai dasar Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pertemuan itu Maria memaparkan secara panjang lebar kewenangan dan kewajiban MK, serta hal-hal lainnya terkait dengan MK.
Maria menjelaskan, kewenangan utama MK adalah melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945. “Pada lima tahun pertama MK, pengujian UU masih sedikit karena banyak orang belum tahu tentang MK. Tetapi setelah tahun kedua, sudah banyak pengujian UU. Setiap tahun MK mengadili hampir seratus perkara pengujian UU. Dengan demikian rata-rata per bulannya, MK mengadili sekitar 8-10 perkara pengujian UU,” urai Maria.
Dijelaskan Maria, pengujian UU di MK bisa bersifat materil dan formil. Pengujian materil melihat sejauhmana subtansi UU yang diujikan bertentangan atau tidak dengan UUD. Kalau ada ayat, pasal, bagian UU yang bertentangan dengan UU, maka Pemohon dapat mengajukan gugatan ke MK.
“Kalau pengujian formil, terkait proses pembentukan UU yang diujikan. Misalnya, prosesnya saat dibahas belum pernah masuk daftar prolegnas, atau saar dibahas tidak ada dengar pendapat dengan pihak-pihak yang ditentukan. Bisa juga, rumusan dalam UU tersebut tidak sesuai dengan tehnik penyusunan,” ucap Maria kepada para pelajar.
Kewenangan MK lainnya, lanjut Maria, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UU, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, termasuk perselisihan pemilihan umum kepala daerah.
“Di antara empat wewenang tersebut, yang belum pernah dilakukan MK adalah memutus pembubaran partai politik,” imbuh Maria.
Selain memiliki empat wewenang, ungkap Maria, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Lebih lanjut Maria menguraikan mengenai hakim konstitusi yang disebutkan dalam Pasal 24C UUD 1945. Bahwa MK mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan tiga orang oleh Presiden.
“Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Selain itu hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat negara,” jelas Maria.
Dalam kesempatan itu, Maria juga menerangkan soal sejarah terjadinya judicial review di dunia, yang bermula dari Kasus Marbury vs Madison (1803), latar belakang pembentukan Mahkamah Konstitusi pertama di dunia melalui gagasan Hans Kelsen, serta gagasan munculnya constitutional review di Indonesia berdasarkan usulan Moh. Yamin dalam BPUPK, usulan Ikatan Sarjana Hukum, melalui Ketetapan MPR, perubahan UUD 1945 era reformasi, hingga terbentuknya MK Republik Indonesia pada 13 Agustus 2003. (Nano Tresna Arfana/mh)