Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945 pada Senin (18/3). Sidang terakhir perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 117/PUU-X/2012 ini diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.
Dikarenakan Ahli Pemohon Muchtar Pakpahan yang diajukan dalam sidang ini tidak hadir, maka Majelis Hakim mengesahkan Sembilan alat bukti yang diajukan oleh Dunung Wijanarko dan Wawan Adi Dwi Yanto selaku Pemohon. Oleh Mahfud, pihak yang berperkara diberikan waktu hingga Senin, 25 Maret 2013 untuk menyimpulkan hasil persidangan.
“Saudara diberi waktu sampai Senin, tanggal 25 Maret 2013 untuk menyerahkan kesimpulan dan restatement dari seluruh perjalanan sidang ini. Restatement itu artinya petitum, penekanan petitum,” jelasnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam sidang-sidang sebelumnya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terjadinya kerugian hak konstitusional Para Pemohon merupakan akibat dari ketidaktegasan Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan terkait hak-hak pekerja/buruh pada perusahaan yang melakukan penggabungan usaha. Ketentuan tersebut harusnya dimaknai apabila pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dalam hal terjadi penggabungan, perubahan status, atau peleburan diperusahaannya, maka pengusaha tersebut melakukan PHK terhadap buruh yang bersangkutan dengan memberikan hak pekerja/buruh sesuai dengan yang diatur di dalam ketentuan tersebut.
Sebelumnya, Para Pemohon kemudian membawa permasalahan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Atas perselisihan tersebut, PHI telah memutuskan dengan amar putusan menolak gugatan Para Pemohon. Salah satu alasan adalah ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan dalam penggabungan usaha yang dilakukan perusahaan karena tidak dilakukannya PHK terhadap seluruh pekerja sehingga tidak bersedianya Para Pemohonuntuk melanjutkan hubungan kerja dengan perusahaan adalah merupakan tindakan pengunduran diri Para Pemohon.
“Kerugian hak konstitusional Para Pemohon telah nyata dengan penafsiran kata “dapat” baik oleh perusahaan maupun oleh Majelis Hakim PHI, dimana pengusaha mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan PHK ataupun tidak melakukan PHK,” ujar P. Sanjaya Samosir selaku kuasa hukum Pemohon. (Lulu Anjarsari/mh)