Pengujian UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden - Perkara No. 4/PUU-XI/2013 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (14/3) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah. Sidang dipimpin Moh. Mahfud MD.
Dalam persidangan hadir Pemohon, Sri Sudarjo sebagai Presiden Komite Pemerintahan Rakyat Independen, didampingi Desli selaku Sekjen Komite Pemerintahan Rakyat Independen. Selain itu hadir Prof M. Ali sebagai Ahli Pemohon, sedangkan Ahli dari Pemerintah maupun sejumlah Saksi tidak hadir.
Mengawali persidangan, Prof. M. Ali menerangkan mengenai Pembukaan UUD 1945 yang dijadikan dasar Pemohon yang disebut sebagai staatsfundamentalnorm atau pokok kaidah negara yang fundamental.
“Apakah betul Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental? Dua hal yang harus kita perhatikan, dari segi sejarah terjadinya dan dari isinya,” ungkap M. Ali.
Dikatakan M. Ali, dilihat dari segi isinya, pokok kaidah negara yang fundamental itu harus berisi tujuan dari negara, asas politik negara, ketentuan diadakannnya UUD negara, asas kerohanian negara.
“Kalau dilihat dari tujuan negara, dalam Pembukaan UUD 1945 sudah dijelaskan pada alinea keempat. Kemudian asas politik negara yaitu republik yang berkedaulatan rakyat, juga tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Selanjutnya, ketentuan diadakannya UUD negara dan asas kerohanian negara disebutkan juga dalam Pembukaan UUD 1945,” urai M. Ali.
Berikutnya, M. Ali menjelaskan pokok kaidah negara yang fundamental, dilihat dari sejarah terjadinya. Pembukaan UUD 1945 dibuat, dibentuk, ditetapkan oleh pembentuk negara yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Bung Karno.
M. Ali juga memaparkan mengenai Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan, “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”. Dalam Penjelasan resmi Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen, dinyatakan mengenai kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan yang Maha Esa. “Kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan yang Maha Esa dipatri di situ oleh pembentuk negara,” imbuh M. Ali.
Prosedur Pencalonan Presiden
Lebih lanjut M. Ali mengungkapkan prosedur pencalonan Presiden yang tidak melalui parpol, termasuk di dalamnya mengenai keterlibatan buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, kaum miskin desa, dan sebagainya, agar melakukan kongres, konvensi yang diperluas sehingga tidak ada ketentuan yang dibatasi oleh internal parpol. Karena saat ini terkesan bahwa parpol menjadikan rakyat semacam saham parpol.
“Sebagaimana yang pernah didiskusikan kepada saya, seyogyanya pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan kongres nasional yang diikuti seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali. Sesuai dengan prinsip segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tiada kecuali, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UUD 1945,” papar M. Ali.
“Kongres nasional itu harus diikuti seluruh warga negara Indonesia yang dulunya tidak ikut, seperti buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, kaum miskin desa dan tidak terbatas oleh elit-elit politik. Saya kira, hal itulah yang harus dilakukan dalam rangka memberi kesempatan kepada setiap rakyat Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai Presiden,” tandas M. Ali. (Nano Tresna Arfana/mh)