JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan tentang penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) dalam pemungutan suara di pemilihan kepala daerah, patut diapresiasi. Putusan itu sebuah terobosan yang lebih menjamin hak pilih warga dalam hajatan demokrasi yang kerap kali dicederai proses pemutakhiran data pemilih yang tak maksimal.
Demikian dikatakan Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi, di Jakarta, Rabu (13/3). Menurut Jojo, putusan MK itu sudah sangat tepat sebab selama ini hak pilih warga dalam pemilihan sering kali hangus karena persoalan teknis administrasi pemutakhiran pemilih. Padahal hak itu dijamin konstitusi.
"Saya setuju putusan itu dalam konteks untuk melindungi hak konstitusi setiap warga negara," kata dia.
Hanya saja, kata Jojo, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu, perlu mengatur lagi hal itu dalam peraturan KPU sehingga dengan begitu putusan MK bisa dijalankan, dan putusan itu sangat penting untuk segera ditindaklanjuti oleh KPU. Antisipasi yang cepat diperlukan karena potensi pemilih ganda masih cukup besar.
Putusan MK ini mesti menjadi rujukan bagi KPU dalam penyelenggaraan Pilkada. Juga menjadi pertimbangan dalam penyusunan UU Pilkada nanti.
Seperti diketahui, MK memutuskan untuk mengabulkan gugatan uji materil terhadap Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh dua warga DKI Jakarta, yakni Mohammad Umar Halimuddin dan Siti Hidayati. Keduanya menggugat tentang penggunaan KTP dalam Pilkada.
Dalam putusannya, mahkamah mengabulkan dan memutuskan bahwa setiap pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dapat menyalurkan suara dalam hajatan pemilihan kepala daerah hanya dengan menggunakan KTP dan kartu keluarga (KK). Sebagian dari gugatan pun dikabulkan MK.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Mahfud MD, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, di Jakarta, Rabu. Majelis MK menyatakan Pasal 69 ayat (1) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945. Dengan begitu tidak memunyai hukum mengikat sepanjang diartikan tidak mencakup WNI yang tidak terdaftar dalam DPT, DPS, DPSHP akhir, dan DP4.
MK juga mengurai syarat tentang warga yang tak terdaftar masih tetap bisa menunaikan hak pilihnya. Syarat pertama, warga menunjukkan KTP dan KK yang masih berlaku atau nama sejenisnya. Kedua, penggunaan hak pilih tersebut hanya dapat dilakukan di tempat pemungutan suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP.
Ketiga, sebelum menggunakan hak pilihnya, yang bersangkutan terlebih dulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat. Keempat, pemberian suara dilakukan sebelum selesainya pemungutan suara di TPS. Dalam pertimbangannya, MK menegaskan putusan yang dikeluarkan tujuannya untuk menjamin tak ada lagi pelanggaran hak konstitusional warga yang terlanggar dalam proses pemilihan.