Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara PHPU Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Deiyai - Perkara No.97/PHPU.D-X/2012 - pada Kamis (7/3) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan anggota KPU Kabupaten Deiyai dan perwakilan Gubernur Papua. Hadir pada persidangan, antara lain Pemohon Prinsipal, Natalis Edowai didampingi kuasa hukumnya Mulyadi M. Pilian, dkk.
Mengawali sidang, John Mote selaku anggota KPU Kabupaten Deiyai mengungkapkan, pada 7 Februari 2013, sekretaris dan bendahara pada Pemilukada Kabupaten Deiyai telah mengajukan permohonan dana kepada Pemerintah Daerah sebesar Rp3 miliar. Selanjutnya pada 15 Februari 2013, pimpinan DPRD Kabupaten Deiyai telah menandatangani izin prinsip pemenuhan dana pemungutan suara ulang (PSU). “Keesokan harinya, KPU Kabupaten Deiyai melaksanakan koordinasi dengan KPU Provinsi Papua melalui Koordinator Wilayah V Papua di Jayapura tentang keterlambatan pelaksanaan PSU ini,” jelas Mote kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh M. Akil Mochtar.
Mote melanjutkan, pada 19 Februari 2013, KPU Kabupaten Deiyai telah melaksanakan rapat pleno yang dihadiri oleh ketua, tiga orang anggota, dan sekretaris KPU Deiyai untuk membahas dan melaporkan pelaksanaan kegiatan PSU selama 60 hari kepada Mahkamah Konstitusi di Jakarta. “Pada tanggal yang bersamaan, KPU Kabupaten Deiyai juga diundang oleh Bupati Kabupaten Deiyai untuk menanyakan kesiapan dan proses pelaksanaan PSU, serta menyamakan persepsi untuk melaksanakan PSU yang tertunda ini,” ujar Mote.
Mote juga mengklarifikasi adanya dua surat yang masuk ke MK. “Kami merasa bahwa adanya dua buah surat masuk ke MK ini terjadi bukan karena adanya kepentingan atau motivasi tertentu. Tetapi hanya karena satu hal yaitu anggota KPU Kabupaten Deiyai tidak mengetahui adanya sebuah surat atas nama KPU Kabupaten Deiyai No. 9/KPU,” ujar Mote.
Sementara itu, Rosina Upessy selaku perwakilan gubernur Papua menjelaskan soal pelaksanaan PSU di Kabupaten Deiyai terkait Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati yang hingga kini belum terlaksana. “Pertama-tama dan seterusnya kami mau menjelaskan sesuai ketentuan yang ada. Bahwa Pemilukada pada setiap daerah, provinsi ataupun kabupaten/kota adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat dan KPU adalah pelaksana ataupun penyelenggara yang independen,” kata Rosina.
Dikatakan Rosina lagi, terkait pendanaan sebenarnya menjadi beban APBD masing-masing dan pembebanan pun seharusnya dalam pengalokasian dana itu harus untuk 2 kali putaran Pemilukada. “Dan untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua tetap memandang pelaksanaan PSU tetap jadi tugas bahkan tanggung jawab pemerintah kabupaten, dalam hal ini pejabat Bupati Deiyai sebagai yang akan memfasilitasi dan KPU sebagai satu-satunya penyelenggara pemilukada,” ucap Rosina.
Oleh karena itu, lanjut Rosina, pemerintah Provinsi Papua menegaskan kepada pemerintah Kabupaten Deiyai dalam hal ini pejabat bupati. “Sesuai dengan dana yang sudah tersedia yang sudah dianggarkan, agar segera melakukan fasilitasi untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang dimaksud, dalam hal ini pemungutan suara ulang pada putaran kedua. Dengan KPU juga sebagai penyelenggara dalam tahun anggaran 2013 ini,” imbuh Rosina.
“Kalau boleh, pada awal tahun, anggaran ini sudah terlaksana,” tambah Rosina kepada Majelis Hakim. (Nano Tresna Arfana/mh)