Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara PUU No. 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) - Perkara No. 21/PUU-XI/2013 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (7/3) siang. Pemohon adalah Andi Syamsuddin Iskandar dan Boyamin, melakukan uji materi Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 268 ayat (3) UU KUHAP. Lantas, apa saja yang menjadi dalih Pemohon mengajukan gugatan tersebut?
Pemohon Andi Syamsuddin Iskandar adalah adik kandung Andi Nasrudin Zulkarnaen (alm.) Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran, sebagai korban pembunuhan di sekitar lapangan golf Modern Land Tangerang, dan proses hukum pidana telah menyeret Antasari Azhar sebagai pelaku yang terlibat pembunuhan.
“Namun kami tidak percaya dengan penanganan perkara tersebut, penuh rekayasa dan konspirasi tingkat tinggi,” kata Andi Syamsuddin Iskandar.
Pemohon berikutnya, Boyamin sebagai salah satu Anggota Tim Advokasi keluarga Andi Nasrudin Zulkarnaen (alm.) yang sejak awal sampai sekarang selalu mendampingi keluarga Andi Nasrudin Zulkarnaen (alm.) dalam upaya mencari keadilan.
Dua Pemohon tersebut kemudian mengajukan permohonan Pengujian UU a quo yang mengatur upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) hanya oleh korban dan atau ahli warisnya. Selain itu menurut UU tersebut, PK hanya bisa dilakukan satu kali.
“Larangan terhadap PK untuk kedua kalinya, setidak-tidaknya mengabaikan prinsip dan rasa serta nilai keadilan materiil/substansial, prinsip negara hukum yang menjamin hak asasi warga negara untuk memperjuangkan keadilan dan bertolak belakang dengan hukum responsif dan progresif. Sehingga untuk pencarian keadilan tidak boleh ada pembatasan,” urai Andi kepada Majelis Hakim Konstitusi.
Pelaku Sesungguhnya
Lebih lanjut Pemohon menyatakan untuk membantu penegakan hukum dalam rangka mencari pelaku sesungguhnya yang telah membunuh Andi Nasrudin Zulkarnaen dan membantu Antasari Azhar mendapatkan keadilan yang sesungguhnya.
“Bahwa Antasari Azhar telah melakukan upaya hukum PK berdasar alasan dan bukti yang cukup kuat serta didukung oleh sebagian besar tokoh dan masyarakat Indonesia, namun tetap ditolak oleh Mahkamah Agung,” jelas Andi.
Selain itu, lanjut Pemohon, Antasari Azhar telah melakukan upaya membongkar rekayasa teknologi dengan melaporkan keberadaan SMS gelap dan misterius kepada Mabes Polri dan diberi janji laporan ini akan ditindaklanjuti. Namun sampai saat ini laporan dan janji tersebut tidak terealisir.
“Antasari Azhar telah melaporkan dugaan rekayasa dan konspirasi kasus yang menimpa dirinya kepada Komisi Yudisial, bahwa Komisi Yudisial telah menemukan kejanggalan dan pelanggaran etik hakim serta membuat rekomendasi sanksi kepada hakim PN Jakarta Selatan. Namun Mahkamah Agung mengabaikannya,” papar Andi.
Di samping itu, kata Pemohon, segala upaya yang ditempuh Antasari Azhar melakukan pembelaan diri belum memperoleh hasil, maka menjadi hak dan kewajiban Pemohon untuk melakukan Pengujian Undang-Undang No. 8/1981 tentang KUHAP. (Nano Tresna Arfana/mh)