Uji materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (UU Kaltara) terhadap UUD 1945 kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (5/3). Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 16/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh para calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam sidang perbaikan permohonan yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Robikin Emhas selaku kuasa hukum Para Pemohon mengungkapkan telah melakukan perbaikan sesuai dengan nasihat Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. Robikin mengungkapkan telah mengubah pasal dalam UUD 1945 sebagai batu uji.
“Dalam pokok permohonan, Para Pemohon sudah mengelaborasi dengan menempatkan batu uji. Misalnya untuk norma hukum mengenai limitasi Pasal 10 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2012. Ketentuan ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1),” ujar Robikin.
Sedangkan berkaitan dengan Pasal 10 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2012, lanjut Robikin, cara mengisi jabatan ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan pasal 28D UUD 1945. “Ketentuan a quo bertentangan karena mengakibatkan hilangnya kedudukan hukum,” jelasnya.
Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim mengesahkan beberapa alat bukti. Para Pemohon mengungkapkan merasa dirugikan dengan adanya Pasal 10 ayat (1), Penjelasan Pasal 10 ayat (2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), serta Pasal 20 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2012. Menurut Para Pemohon, jika ketentuan dalam UU Kaltara tersebut tetap diberlakukan dan berdaya ikat yuridis, maka ketentuan tersebut telah menimbulkan tidak terpenuhinya hak-hak warga negara di dalam hukum dan pemerintahan serta ketiadaan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum adil pada penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Kalimantan Utara.
Selain itu, Para Pemohon menjelaskan ketentuan tersebut menimbulkan suatu kekacauan hukum (disorder of law) karena pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Kalimantan Utara didasarkan pada hasil Pemilu tahun 2014, sehingga DPRD Provinsi Kalimantan Utara tidak dapat segera menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan khususnya terkait dengan penyusunan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Utara. (Lulu Anjarsari/mh)