Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara perselisihan hasil Pemilukada Provinsi Papua kembali pada Kamis (28/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan No. 14, 15, 16 dan 17/PHPU. D-XI/2013 dimohonkan oleh Habel M. Suwae dan Yop Kogoya, Menase Robert Kambu dan Blasius Adolf Pakage, Noakh Nawipa dan Johanes Wob, serta Barnabas Suebu dan John.
Dalam sidang Pembuktian, Para Pemohon mengajukan saksi yang menerangkan tentang adanya pelanggaran yang terstruktur, masif dan sistematis yang dilakukan oleh Termohon dan Pihak Terkait dalam penyelenggaraan Pemilukada Provinsi Papua. Para Pemohon mempermasalahakan mengenai penambahan DPT, penyalahgunaan sistem noken, penggelembungan suara untuk memenangkan Pihak Terkait.
Hengki Sawaki selaku Ketua Koalisi Bangun Papua menerangkan mengenai penetapan DPT yang dilakukan Termohon. Saat itu, menurut Hengki, sudah ada perdebatan mengenai DPR di beberapa kabupaten. “Perdebatan ini sebenarnya sudah muncul ketika pemilihan umum kepala daerah tingkat kabupaten. Terlihat adanya perdebatan mengenai DPT yang signifikan, terutama jumlah,” jelasnya.
Terkait DPT, saksi Pemohon lainnya, yakni Fajar menjelaskan adanya perubahan DPT enam hari sebelum hari pemungutan berlangsung. Akan tetapi, ketika pemungutan suara berlangsung, Fajar menjelaskan DPT sudah berubah kembali. “Dalam rapat pleno, saya melihat adanya perubahan DPT, namun Termohon beralasan perubahan tersebut terjadi karena mengakomodir setiap suara pemilih yang belum masuk dalam DPT,” urainya.
Kemudian, Yare Karoba mengungkapkan tidak ada pencoblosan yang dilakukan di kampung-kampung. Menurut Yare, pencoblosan hanya dilakukan di distrik-distrik. “Pada tanggal 29, kami di kampung menunggu adanya surat suara, namun tidak ada. Tapi ternyata semua kepala kampung pergi ke pusat (distrik, pen.) untuk mencoblos di sana. Ada tiga kepala kampung yang mewakili 18 kampung dalam mencoblos,” ujar Yare.
Pemohon lainnya menjelaskan mengenai adanya intimidasi dan menyalahgunakan sistem noken. Selain itu, Yorin Gurik mengaku dipecat oleh Ketua PPD sehari sebelum pencoblosan dan menggantinya dengan Timses dari Pihak Terkait. “Saya dan kawan saya, Leti Gurik, dipecat tanpa alasan. Selain itu, saya juga melihat kertas suara di kantor distrik tidak dibagikan ke kampung-kampung,” jelasnya.
Dalam sidang sebelumnya Para Pemohon mengungkapkan dalil adanya pelanggaran yang terstruktur, masif dan sistematis yang dilakukan oleh Termohon dan Pihak Terkait dalam penyelenggaraan Pemilukada Provinsi Papua. Para Pemohon mempermasalahakan mengenai penambahan DPT, penyalahgunaan sistem noken, penggelembungan suara untuk memenangkan Pihak Terkait serta tidak lolosnya Pemohon Perkara No. 17/PHPU.D-XI/2013 menjadi pasangan calon peserta Pemilukada Provinsi Papua. (Lulu Anjarsari/mh)