Pengujian aturan pembiayaan anggaran kesehatan ditolak untuk seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan dengan Nomor 63/PUU-X/2012 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi tujuh hakijm konstitusi lainnya pada Kamis (28/2).
“Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Mahfud di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, para Pemohon mendalilkan Pasal 170 ayat (3), Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 173 ayat (1) UU 36/2009 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Terhadap dalil para Pemohon tersebut, kata Hamdan, Mahkamah berpendapat bahwa meskipun negara bertanggung jawab melindungi dan memenuhi hak warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan batin. Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan sumber anggaran, alokasi anggaran dan sistem mobilisasi pembiayaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, hal tersebut tidak mengakibatkan hak setiap orang untuk hidup, mempertahankan hidup dan pengembangan kehidupannya secara bermartabat, memperoleh kesejahteraan, pelayanan kesehatan serta jaminan sosial menjadi hilang atau terabaikan.
“Lagipula, sekalipun Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 merupakan salah satu ketentuan hak asasi manusia yang fundamental akan tetapi besaran presentase alokasi anggaran kesehatan tidak diamanatkan secara khusus dalam UUD 1945 sebagaimana halnya anggaran pendidikan yang secara eksplisit diamanatkan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” urai Hamdan.
Dengan demikian, lanjut Hamdan, UUD 1945 tidak mewajibkan pembentuk undang-undang untuk mengalokasikan anggaran kesehatan dalam presentase tertentu, melainkan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan skala prioritas pembangunan. Oleh karena itu, menurut Mahkamah untuk memenuhi hak asasi manusia dalam bidang kesehatan dan jaminan sosial, konstitusi membebankan tanggung jawab kepada negara dengan tanpa mengabaikan tanggung jawab setiap warga negara.
“Secara khusus negara memenuhi tanggung jawabnya dengan berusaha menyediakan fasilitas dan pelayanan sebaik-baiknya sesuai kemampuan keuangan negara. Pada sisi lain, setiap warga negara juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam menjaga dan memelihara kesehatannya. Dengan demikian dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan hukum,” jelasnya.
Menurut Hamdan, seandainya pun H.F Abraham Amos dan Johny Bakar selaku para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya pasal-pasal tersebut karena pengalokasian dana dalam APBN/APBD kurang dari 5% sebagaimana diatur dalam UU 36/2009, hal ini membuat sistem pelayanan publik terhambat, pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin, para pekerja pasif marjinal yang tidak berpenghasilan tetap, serta para pasien penyandang penyakit kronis umumnya dan secara khusus yang dialami anak Pemohon tidaklah berkaitan dengan konstitusionalitas norma melainkan berkaitan dengan implementasi norma yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya. “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)