Mahkamah Konsttusi (MK) menggelar sidang kedua atas Perkara No.9/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang (PUU) Ketenagalistrikan yang dimohonkan oleh Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming. Sidang yang dipimpin Ketua Panel Hakim, Ahmad Fadlil Sumadi ini beragendakan mendengar perbaikan permohonan Pemohon.
Kuasa Hukum Pemohon, Iskandar Zulakarnaen di hadapan Achmad Sodiki dan Anwar Usman selaku anggota panel hakim, menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon. Iskandar menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan pebaikan sesuai saran-saran yang disampaikan panel hakim pada sidang pendahuluan, Kamis (7/2) yang lalu. Iskandar menyampaikan poin-poin perbaikan permohonan yang dilakukan Pemohon, yaitu perbaikan penulisan, alasan permohonan, dan tuntutan atau petitum permohonan.
Iskandar kemudian menjelaskan alasan permohonan Pemohon yang sudah diperbaiki. Pemohon merasa kekayaan sumber daya alam melimpah jumlahnya di Kabupaten Tanah Bumbu. Kekayaan alam yang melimpah itu dapat dikelola menjadi energi listrik dengan harga murah dengan memberi kesempatan kepada Pemohon untuk membuat usaha pembangkit dan transmisi listrik untuk kepentingan masyarakat. Meski begitu, soal tarif listrik akan tetap menjadi kewenangan pemerintah atau pemerintah daerah. Diharapkan, lanjut Iskandar, usaha pembangkit dan transmisi listrik oleh Pemerintah Kabupaten Tanah Bambu dapat membantu persoalan penyediaan pasokan tenaga listrik nasional dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik sebagaimana amanat Undang-Undang Ketenagalistrikan.
Iskandar juga mengungkapkan bahwa banyak pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak yang notabene mahal harganya, yaitu sebesar 2.500 rupiah per kwh dan dijual ke masyarakat sebesar 770 rupiah per kwh. ”Jika sumber energi listrik menggunakan bahan bakar batu bara hanya menghabiskan biaya operasional sebesar 550 rupiah per kwh. Sehingga tidak keliru jika kerugian badan usaha milik pemerintah pusat, yang pada tahun anggaran 2009-2010 sebesar 37 triliun rupiah, adalah salah satu akibatnya dari kekeliruan dalam memilih bahan bakar dan mahalnya pemeliharaan pembangkit,” jelas Iskandar.
Untuk meminimalisasi tarif listrik yang mahal itu, Pemohon menyarankan badan usaha milik pemerintah pusat dapat diintegrasikan dengan baik bersama badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat. Meski begitu, Pemohon menilai penyediaan tenaga listrik di seluruh pelosok wilayah negara Republik Indonesia tetap mempertahankan pengaturan harga jual listrik yang merupakan kewenangan pemerintah atau pemerintah daerah sebagai perwujudan dari Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
Kuasa Hukum Pemohon lainnya, Nanang Juwahir menyampaikan perbaikan petitum. Pemohon dalam petitum permohonannya meminta Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) UU Ketenagalistrikan dinyatakan konstitusional bersyarat. “Jika dimaknai memberikan batasan atas usaha penyediaan tenaga listrik yang hanya dapat dilakukan oleh badan usaha tunggal milik pemerintah pusat, padahal telah nyata-nyata tidak menjamin ketersediaan tenaga listrik. Sehingga, harus dibaca usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan oleh lebih dari satu badan usaha dalam wilayah usaha. Apabila badan usaha tunggal milik pemerintah pusat tidak dapat menjamin ketersediaan tenaga listrik, maka badan usaha selain milik pemerintah pusat dapat mengadakan usaha penyediaan tenaga listrik berupa pembangkit dan transmisi tenaga dengan harga jual listrik yang tetap dipegang oleh atau ditentukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah,” ujar Nanang membacakan petitum permohonan yang sudah diperbaiki.
Pada sidang kali ini, Ketua Panel Hakim, Ahmad Fadlil Sumadi juga mengesahkan delapan bukti tertulis yang diajukan Pemohon. “Sementara yang ada, saya sahkan ada P-1 sampai dengan P-8,” tukas Fadlil sembari mengetuk palu persidangan sebanyak satu kali. (Yusti Nurul Agustin/mh)