Pengujian Pasal 1 Ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 Ayat (1), Pasal 14 Ayat (2), UU No. 42 Tahun 2008 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (UU Pemilu Presiden) terhadap UUD 1945 kembali digelar Mahkamah Konstitusi pada Rabu (20/2). Permohonan dengan Nomor 4/PUU-XI/2013 ini dimohonkan oleh Sri Sudarjo.
Dalam sidang yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, pemohon tanpa diwakili kuasa hukumnya, menghadirkan saksi dan ahli. Ahli Pemohon Muhammad Ali menjelaskan bahwa Komite yang diwakili oleh Pemohon menghendaki supaya DPR yang dibentuk nantinya mewakili rakyat. Menurut Ali, DPR sekarang tidak melibatkan rakyat dalam membuat kebijakan. “Apa memang rakyat yang tidak mau ikut serta atau elit politik yang tidak menginginkan adanya ikut serta rakyat? Ini sebenarnya termasuk ke dalam hak asasi manusia. Pemohon ini berkeberatan dengan aturan DPR yang ada sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, saksi pemohon menjelaskan mengenai aspirasinya yang tidak tersampaikan melalui adanya parpol. Ketiga pemohon merupakan perwakilan dari petani, buruh dan nelayan merasa dengan adanya parpol tidak “menguntungkan” apa-apa bagi mereka karena aspirasi mereka tidak tersampaikan.
“Jika ingin memperbaiki nasib saya sebagai buruh, harus melalui perjuangan melalui darah dan airmata karena akibat kesalahan dalam memilih presiden. Buruh sudah termajinalkan. Dalam pembuatan UU, buruh tidak diperhatikan. Buruh ikut memilih dalam pilpres, namun suaranya diabaikan. Untuk itu UU ini harus diubah,” jelasnya.
Dalam permohonannya, Pemohon yang merupakan Presiden Lembaga Komite Pemerintahan Rakyat Independen berkeberatan dengan berlaku Pemohon beranggapan bahwa DPR saat ini telah melakukan penghianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945 dengan memandulkan Pasal dan ayat Undang-undang nomor 42 tahun 2008 menjadi agenda liberalisme kepemimpinan yang anti terhadap Pancasila dan UUD 1945nya pasal-pasal tersebut karena menilai parpol tidak bisa mewakili aspirasi pendukungnya. (Lulu Anjarsari/mh)