Effendi Gazali didampingi kuasa hukumnya, AH Wakil Kamal, memasukan perbaikan permohonan pada sidang kedua, pengujian UU Pemilu Presiden pada Rabu (20/2) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana yang disarankan majelis hakim pada persidangan sebelumnya, Para Pemohon perkara 14/PUU-XI/2013 ini harus memasukkan batu uji yang berbeda dalam permohonan kali ini, mengingat permohonan sejenis telah pernah diuji ke MK.
Pemohon mengajukan Pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (5), Pasal 9. Pasal 12 ayat (1), ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112] terhadap Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. “Kami memasukkan batu uji yang berbeda. Argumen kami adalah pemilu pilpres dan legislatif ini harus dilakukan serentak agar mendorong terciptanya political efficacy, yaitu kecerdasan politik warga,” ujar Efendi saat berbincang dengan Majalah Konstitusi.
Menurut Pemohon kecerdasan politik yang sejati hanya dapat terwujud jika setiap pemilih memiliki konfigurasi dalam imajinasinya siapa calon wakilnya yang akan duduk di parlemen, sekaligus pada saat yang bersamaan akan memilih siapa presiden dan wakil presiden yang diyakini dapat memimpin negara ke arah yang lebih baik. “Jika dilakukan terpisah, maka kecerdasan politik itu tidak akan terwujud,” tukasnya yakin. Di samping itu, pihaknya menilai, aturan ini akan memperkokoh sistem presidensial di Indonesia karena menciptakan mekanisme check and balances yang sempurna.
Sesuai risalah perumusan UU yang dipelajarinya, Effendi Gazali menyakini usulan tersebut telah sesuai dengan original intent yang menyebutkan langkah dilakukannya Pemilu serentak telah disepakati seluruh anggota MPR. Ia menambahkan dari sisi finansial, pelaksanaan Pemilu presiden dan Pemilu legislatif serentak, dapat menekan biaya yang cukup signifikan hingga 5-10 triliun. “Itu angka yang sangat besar dan bukan itu saja, kita juga bisa meminimalisir terjadinya politik transaksional yang kita ketahui bersama telah membuka celah terjadinya korupsi,” pungkasnya mengakhir sesi tanya jawab dengan Majalah Konstitusi. (Juliette/mh/Fitri)