Sidang lanjutan terhadap perselisihan hasil Pemilukada Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali digelar di Ruang Sidang Pleno, lantai 2, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (18/2). Sidang permohonan yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan nomor 10/PHPU.D-X/2013 ini diketuai oleh Ketua MK Mahfud MD.
Dalam sidang ini, Majelis Hakim Konstitusi mendengarkan saksi dari Temohon (KPU Prov. Sulsel). Misalnya saja yang yang diterangkan oleh Ketua KPU Kab. Wajo, Andi Nurwana. Menurut Andi, pemukulan yang dilakukan oleh Bupati Wajo telah dilaporkan ke Panwaslu dan kasus tersebut telah ditangani oleh polisi.
“Pemenang dalam pemilihan di kabupaten Wajo adalah pasangan nomor urut 1, tidak ada pengaruh antara hasil dengan tindakan yang dilakukan oleh Bupati tersebut,” paparnya.
Selain itu Majelis Hakim Konstitusi mendengarkan keterangan ahli/saksi Pihak Terkait (Syahrul Limpo-Agus Arifin Nu’mang). Para ahli Temohon memberi keterangan (bantahan) mengenai kecurangan/pelanggaran yang disampaikan beberapa saksi Pemohon (Ilham Arief Sirajuddin - Abdul Azis Qahhar Mudzakkar). Dalam persidangan kali ini, Pihak Terkait menghadirkan tiga orang ahli. Laica Marzuki menerangkan bahwa dalam sidang perselisihan hasil Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Prov. Sulsel merupakan perkara konstitusi (constitutional case).
“Pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung maka frasa dipilih secara demokratis, maka menurut Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengalami pergeseran makna konstitusional,” ujar Laica. Penanganan hasil Pemilukada dialihkan dari Mahkamah Agung kepada MK, menurutnya, perselisihan hasil Pemilukada ini mengalami transformasi konstitusional menjadi perkara konstitusi.
Selanjutnya, dia juga mengatakan, penanganan hasil Pemilukada merupakan Kewenangan MK, sebagaimana dimaksud pasal 24 ayat 1 UUD 1945. “Pemilukada termasuk rezim pemilu menurut UU Pasal 22 E UUD 1945 oleh karenanya perselisihan Pemilukada ini termasuk perkara konstitusi maka batu uji adalah konstitusi,” ujarnya dihadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai Ketua MK, Mahfud MD serta didampingi Hakim Konstitusi Akil Mochtar dan Anwar Usman ini.
UU Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945, kata dia, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia jujur dan adil setiap lima tahun. “Pemilukada harus dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia jujur dan adil karena hal tersebut merupakan keniscayaan konstitusional,” paparnya. Sedangkan Pasal 22 E ayat 5 UUD 1945 menyatakan Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri.
Menurut Laica, dalam perselisihan hasil Pemilukada dua hasil penghitungan suara yang harus dipersandingkan yakni berdasarkan penetapan KPU Provinsi dan hasil penghitungan suara menurut Pemohon. Pada hasil Pemilukada berdasarkan KPU Provinsi, pasangan Pemohon yaitu Ilham Arief Sirajuddin - Abdul Azis Qahhar Mudzakkar memperoleh 1.785.580 suara (41,57%) sedangkan untuk pasangan Pihak Terkait Syahrul Limpo-Agus Arifin Nu’mang memperoleh 2.251.407 suara (52,42%). “Pemohon wajib mengajukan hasil penghitungan suara yang dipandang benar,” ujar Laica. Karena menurutnya, dalam risalah penghitungan suara tidak boleh disanggah dan dinyatakan tidak benar secara spekulatif. “Pihak Terkait dinyatakan calon terpilih artinya berhak mendapatkan kehormatan,” ujarnya diakhir memberikan keterangan.
Ahli lain yang dihadirkan Pihak terkait, Ritonga yang merupakan pakar statistik, penyajian statistik dalam permohanan bukan merupakan pelanggaran tetapi ada kesalahan konseptual statistik dalam penyajian. Pada tabel-tabel yang disajikan oleh Pemohon berupa unit analisis yang dilakukan yaitu kecamatan. “Padahal unit obervasi seharusnya sama dengan unit analisis dimana unit analisisnya adalah partisipasi pemilih seharusnya persentasenya ditujukan oleh total pemilih yang ada disetiap kabupaten,” ujar Ritonga.
“Di dalam penyajian permohonan, fakta yang disajikan menyesatkan,” kata Ritonga. Pada Kesempatan yang sama, selain mendengarkan keterangan dari para ahli, Pihak Terkait juga menghadirkan saksi. Adapun saksi yang dihadirkan pada sidang ini berjumlah 21 orang.
Sementara para saksi Pihak Terkait membantah semua yang diucapkan oleh saksi Pemohon mengenai adanya money politics serta pelanggaran lainnya. Saksi yang menerangkan bahwa ada pengakuan money politics dari Pemohon yaitu Rizal. Rizal menerangkan bahwa dia mewawancarai dan memvideokan pengakuan yang dilakukan oleh pelaku tersebut. Selain itu dia juga mengatakan bahwa Bupati Wajo tidak pernah memukul.
Selain Rizal, saksi yang menyatakan adanya money politics yang dilakukan oleh Pemohon yaitu Sukardi. Sukardi menerangkan kalo pelaku mengaku membagi-bagikan kain sarung dan stiker atas suruhan Bupati Kolaka Utara, Wakil Bupati Kolaka Utara dan Sekda Kolaka Utara. Dia juga mengatakan bahwa insiden di Wajo terjadi karena diawali oleh adanya perbuatan money politics untuk memenangkan pasangan calon Pemohon.
Sidang dilanjutkan besok, Selasa (19/2) pukul 09.30 WIB dengan agenda mendengarkan lanjutan keterangan ahli dari Pihak Terkait dan saksi Pihak Pemohon dan merupakan sidang yang terakhir. (Utami Argawati/mh)