PADANG, HALUAN — Anggap ada diskriminasi terhadap pejabat daerah dalam Undang Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, beberapa kepala daerah di Sumbar ajukan uji materi UU tersebut. Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim dan sejumlah bupati “gugat” UU Pemilu itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya merasa Undang-undang itu diskriminatif. Melalui pengacara, saya ajukan uji materi Undang Undang itu ke MK,” kata Muslim Kasim. Dia berpendapat, bagi kepala daerah dan pegawai negeri sipil (PNS) yang ingin maju sebagai wakil rakyat dalam pemilu 2014 mentadang, tidak perlu harus mundur dari jabatannya. “Cukup cuti saja,” tegasnya.
Kritikan sama juga disampaikan Bupati Solok, Syamsu Rahim. Menurutnya, dengan dibatasi setiap calon legislatif harus mundur terlebih dahulu dari jabatannya sebelum mencalon sebagai anggota dewan, justru memperkecil peluang orang daerah duduk di DPR.
“Jelas diskriminasi. Kalau kepala daerah harus mundur dan tidak bisa menarik kembali surat pengunduran diri, artinya yang akan duduk di DPR ya orang itu-itu saja,” kata Syamsu Rahim Minggu (17/2) kemarin.
Dia menilai UU itu jstru menutup orang daerah untuk berkarir sebagai wakil rakyat di DPR. Padahal sebenarnya pejabat daerah lebih banyak mengetahui persoalan daerah yang akan menjadi pembahasan di legislatif.
Syamsu Rahim mengakui sudah mengajukan gugatan uji materi UU tersebut ke MK. Disinggung kemungkinan dirinya maju ke Senayan, dia segera membantah. “Saya belum ada rencana. Tetapi UU itu untuk semua. Karena setiap orang berhak untuk maju sebagai wakil rakyat, haknya setiap warga negara. Termasuk kepala daerah dan PNS,” katanya.
Sementara itu, Bupati Tanah Datar Shadiq Pasadique menegaskan dirinya tidak berniat maju dalam pemilu legislatif. Dia mengaku merasa terpanggil untuk mengajukan uji materi UU tersebut, karena ada diskriminasi yang merugikan kepala dan wakil kepala daerah.
“Pasal itu tidak benar. Saya menduga ada upaya untuk menghalangi kepala daerah (gubernur/wakil, bupati/wakil, dan walikota/wakil, red) untuk maju ke DPR,” kata Shadiq.
Pada huruf k pasal 51 UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD berbunyi: mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
Dalam UU tersebut tegas dinyatakan kepala daerah harus mundur dari jabatannya jika ingin maju dalam pemilu legislatif. “Harusnya tidak perlu mundur, ini jelas ada diskriminasi,” tegasnya.
Dia mengatakan sidang pertama JR UU Pemilu itu akan dilaksanakan rabu, 27 Februari. “Kami rencanakan komperensi pers setelah siding pertama nanti,” sebutnya.
Selain Muslim Kasim, Syamsu Rahim, dan Shadiq Pasadique, Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit dikabarkan ikut mengajukan judicial review (JR) atau uji materi UU tersebut. Namun sampai pukul 18.00 WIB kemarin, Haluan gagal mendapatkan konfirmasi.
Diduga karena berniat maju ke Senayan, kepala daerah ramai-ramai mengajukan gugatan uji materi ke MK, Syamsu Rahim dan Shadiq membantah. “Saya tidak bersedia maju,” kata Shadiq. Namun dia menyebut setiap kepala daerah, sama dengan warga Negara lainnya punya hak yang sama untuk maju.
Di lain sisi, nama Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim bahkan sudah terdaftar sebagai bakal calon legislatif dari Partai Golkar untuk maju dalam Pemilu 2014 mendatang. Hal itu dibenarkan Wakil Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Golkar Sumbar bidang Humas, Komunikasi dan Informasi, Chairul Darwis kemarin.
“Nama Wagub masuk, juga nama-nama yang sudah di DPR. Azwir Dainy Tara, Poempida Hidayatullah, dan Nudirman Munir,” katanya. Dia mengatakan 37 nama sudah lolos persyaratan administrasi untuk dicalonkan ke DPR.
Menariknya, dari daftar yang tengah dirampungkan DPD Partai Golkar, tidak ada nama Syamsu Rahim maupun Shadiq Pasadique sebagai bakal calon legislatif dari Sumbar. Justru nama Nyonya Shadiq Pasadique masuk daftar bersama nama Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen, dan jaksa Fungsional di Kejaksaan Agung RI, Fagindo Fachmi beserta nama nama-nama lainnya.
Pakar Politik dan Kebijakan Publik dari Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi mengatakan langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui UU tersebut sudah benar. “Caleg (calon legislatif, red) bukan posisi untuk orang yang hanya mencari pekerjaan. Itu tempat orang mengabdi. Kalau kepala daerah ingin maju juga, ya harus mundur dulu dari kepala daerah,” tegasnya.
Dia mengatakan kepala daerah yang belum habis masa jabatannya kemudian maju untuk jabatan lain, kemudian tidak lolos lalu kembali lagi ke jabatan semula, adalah contoh yang buruk dalam demokrasi. “Itu haus kekuasaan namanya. Mestinya kalau jabat kepala daerah ya selesaikan tugas itu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unand itu.
Asrinaldi meminta Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan dengan baik saat pengujian UU tersebut. “Saya minta MK tolak saja. Ini untuk kepentingan rakyat ya harus mereka yang benar-benar ingin memperjuangkan nasib rakyat. UU itu sudah benar,” tutupnya.