Mahkamah Konstitusi memutuskan permohonan mengenai pengujian Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) Herzien Inlandsch Reglement (HIR) terhadap UUD 1945 tidak dapat diterima. Putusan dengan Nomor 68/PUU-X/2012 ini dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan didampingi oleh lima hakim konstitusi lainnya.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Sodiki membacakan putusan permohonan yang diajukan oleh Kokok Hadyanto.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim, pada petitum permohonannya, Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan bahwa Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) HIR bertentangan dengan Pasal 23 UU 8/1999, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Alim menjelaskan dalil dalam posita dan petitum tersebut di atas, menurut Mahkamah tidak jelas atau kabur. Di satu sisi Pemohon, lanjut Alim, mengajukan permohonan pengujian Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) HIR karena dinilai bertentangan dengan Pasal 23 UU 8/1999, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. “Namun di sisi lain, Pemohon mengajukan permohonan pengujian UU 8/1999 yang menurut Pemohon dihindari oleh Pengadilan Negeri Demak,” jelas Alim.
Di samping itu, tambah Alim, posita permohonan Pemohon bertentangan satu sama lain, karena di satu sisi Pemohon mengajukan pengujian konstitusionalitas Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) HIR dengan mendalilkan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 23 UU 8/1999 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Akan tetapi, di sisi lain Pemohon mendalilkan bahwa pengujian HIR secara formil dan materiil tidak tepat karena pembentukannya tidak berdasarkan UUD 1945.
Selain itu, menurut Mahkamah antara posita dan petitum permohonan Pemohon terdapat pertentangan satu sama lain. Di satu sisi Pemohon mendalilkan bahwa pengujian HIR secara formil dan materiil tidak tepat karena pembentukannya tidak berdasarkan UUD 1945. Namun di sisi lain, Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan bahwa Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) HIR bertentangan dengan Pasal 23 UU 8/1999, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon a quo adalah tidak jelas atau kabur. Oleh karena itu, Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan,” urai Alim. (Lulu Anjarsari/mh)