Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan aturan dalam proses seleksi calon anggota KPU yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini disampaikan dalam Putusan Nomor 8/PUU-X/2012 yang dibacakan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki bersama lima hakim konstitusi lainnya pada Rabu (13/2) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mengadili menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Sodiki membacakan permohonan yang diajukan oleh Yuliandri dan kawan-kawan selaku Pengajar Hukum Tata Negara.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, Mahkamah berpendapat Pasal 13 ayat (5) UU 15/2011 merupakan norma yang mengatur salah satu kegiatan dari proses seleksi dalam memilih calon anggota KPU, yaitu Tim Seleksi harus melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada DPR. Menurut para Pemohon, oleh karena tugas Tim Seleksi diberikan oleh Presiden dan sama sekali tidak memiliki hubungan kerja dengan DPR, maka membebankan tanggung jawab melaporkan setiap tahapan seleksi yang dilakukan Tim Seleksi menjadi tidak relevan secara hukum.
Menurut Mahkamah, pelaporan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada DPR tidaklah berarti akan mengganggu kemandirian KPU sebagaimana ditentukan oleh Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Mekanisme demikian, lanjut Akil, tidak berarti terjadi intervensi terhadap pelaksanaan tugas Tim Seleksi, apalagi terhadap KPU secara institusional. Hal tersebut merupakan kebutuhan penyampaian informasi kepada DPR untuk kelanjutan tahapan seleksi anggota KPU berikutnya dan menjadi bagian dari proses saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) antarlembaga negara.
“Mahkamah sependapat dengan DPR yang menerangkan bahwa kegiatan proses seleksi oleh Tim Seleksi terhadap calon anggota KPU tidak dapat dikaitkan dengan hak dan/atau kewenangan konstitusional KPU yang dijamin dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Dengan demikian, dalil para Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.
Dalam permohonannnya, para Pemohon mendalilkan Pasal 15 ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) UU 15/2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Menurut Mahkamah, keberadaan ketentuan justru memberikan kepastian hukum atas mekanisme proses pemilihan anggota KPU di DPR dan tidak ada korelasinya dengan kemandirian KPU sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945.
“Selain itu, norma demikian tidak dapat dipandang bertentangan dengan UUD 1945 karena proses pemilihan anggota KPU di DPR yang demikian merupakan kebijakan hukum terbuka yang tidak dapat diuji kecuali dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui kewenangan pembentuk Undang-Undang, serta tidak menegasikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD 1945,” jelas Akil.
Akil menambahkan norma-norma UU tersebut yang dimohonkan pengujiannya oleh para Pemohon pada pokoknya merupakan norma yang mengatur proses penyeleksian anggota Bawaslu oleh Tim Seleksi dan pemilihan anggota Bawaslu oleh DPR. Maka, lanjut Akil, tidaklah tepat dan tidak sesuai jika dijadikan batu uji dalam permohonan pengujian UU tersebut. “Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, dalil-dalil para Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” urainya. (Lulu Anjarsari/mh)