Permohonan yang diajukan oleh Hadi Setiadi untuk menguji konstitusionalitas Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 27 ayat (4) UU 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD 1945, dinyatakan tidak dapat diterima. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua Sidang Pleno Achmad Sodiki, dalam perkara yang teregistrasi No.109/PUU-X/2012, Rabu (13/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Menurut Mahkamah, permohonan yang diajukan kabur. Oleh karenanya, menurut Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) dan pokok permohonan Pemohon.
Dalam pendapatnya, Mahkamah menyatakan, antara dasar permohonan (posita) dengan tuntutan atau petitum permohonan terdapat pertentangan satu sama lain. Di satu pihak Pemohon menginginkan metode pembagian dapil yang dibuat oleh Pemohon dimasukkan dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 27 ayat (4) UU 8/2012, namun di lain pihak Pemohon menginginkan Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 27 ayat (4) UU 8/2012 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, karena dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 27 ayat (4) UU tersebut tidak memuat tentang metode pembagian dapil.
Selain itu, metode yang diajukan Pemohon, menurut Mahkamah adalah kabur (obscuur), karena metode yang diajukan tersebut juga belum dapat digunakan sebagai alternatif dalam pilihan kebijakan yang diambil, sehingga belum dapat dipergunakan sebagai ukuran menilai masalah konstitusionalitas norma Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 27 ayat (4) UU 8/2012.
“Sebagai satu penemuan keilmuan maka metode tersebut harus terlebih dahulu memperoleh pengujian secara keilmuan, yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah dalam Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945. Terlebih lagi, menurut Mahkamah, Undang-Undang a quo telah menentukan metode tertentu untuk menentukan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi meskipun, sebagai pilihan kebijakan, ternyata berbeda dengan metode yang diusulkan Pemohon,” terang Mahkamah. (Nano Tresna Arfana/mh)