TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Rencana Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau menaikkan anggaran untuk sekolah marjinal sepertinya akan terwujud. Kenaikan anggaran tersebut seiring dengan langkah Disdik menaikkan gaji bagi guru yang mengajar di sekolah-sekolah marjinal.
Diterangkan Kasi SD Disdik Provinsi Riau, Zainuddin kepada wartawan, Kamis (7/2), tahun 2012 lalu, anggaran untuk sekolah marjinal yaitu Rp 3.295.885.000. Tahun 2013, anggaran itu direncanakan naik menjadi Rp 3.750.000.000.
Ada penambahan anggaran tersebut berkaitan dengan rencana penambahan gaji guru di sekolah-sekolah marjinal. "Tahun 2012 lalu, gaji guru yaitu Rp 850.000. Tahun ini gaji tersebut akan naik," paparnya. Tapi Zainuddin enggan menyebut berapa jumlah kenaikannya.
Kenaikan gaji ini diambil Disdik berdasarkan pertimbangan bahwa dalam tugas para guru sekolah marjinal cukup berat. Dimana, lokasi mengajar mereka berada di wilayah yang sulit dijangkau. Sementara gaji mereka dibayarkan sekali dalam tiga bulan.
Diterangkan dia, proses pembayaran gaji tahun ini memang masih sekali per triwulan. Sementara penyaluran tetap melalui Disdik masing-masing kabupaten/kota. Meski demikian, dengan adanya peningkatan jumlah gaji, para guru setidaknya daapt terbantu.
Saat ini, sekolah marjinal di Riau terdiri dari 77 kelompok belajar (pokjar) yang tersebar di 10 kabupaten/kota. "Hanya Kabupaten Bengkalis dan Dumai yang tak memiliki sekolah marjinal," paparnya.
Di 10 kabupaten/ kota tersebut, tercatat ada 214 guru yang mengajar. Tapi dua orang guru di Rokan Hilir telah masuk ke dalam daftar K1 CPNS. Sementara satu orang di Pelalawan diangkat menjadi honor daerah. Akhirnya, guru yang aktif mengajar di sekolah marjinal tinggal 211 orang.
Berdasarkan data yang dimiliki Disdik Riau, jumlah guru huni sekolah marginal terbanyak terdapat di Kabupaten Inhu. Yaitu mencapai 54 orang. Diikuti Kabupaten Inhil 32 orang, Rohil 31 orang, Kuansing 24 orang dan Pekanbaru 21 orang. Di Rohul, Kampar masing-masing 12 orang, Meranti enam orang dan Siak empat orang.
Menurut Zainuddin, sampai saat ini pihaknya belum merencanakan pembangunan sekolah formal di wilayah-wilayah marjinal tersebut. Pasalnya, untuk mendirikan sekolah, harus dipikirkan berapa jumlah guru yang dibutuhkan, calon siswa yang ada dan sebagainya.
Meski demikian, dia mengakui bahwa pemerintah pusat telah membuat wacana pendirian sekolah kecil untuk daerah-daerah terpencil dan berpenduduk minim. Dengan sekolah kecil ini, kepala sekolah bisa merangkap menjadi guru. "Tapi kami belum tau kapan realisasi dari program ini," ujar Zainuddin.
Sejak aturan tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dihapus dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi, Disdik Provinsi praktis tak memiliki kewenangan untuk membantu sekolah. "Sebelumnya, kita diwajibkan berperan membantu sekolah yang berstatus RSBI," ujar dia.
Menurut Zainuddin, Disdik provinsi sebenarnya mau terlibat dalam upaya peningkatan jumlah dan kualitas sekolah-sekolah. Tapi tanpa payung hukum yang jelas, mereka tak bisa berbuat banyak.