Kebutuhan akan otonomi dan kemandirian dalam penyelenggaraan perguruan tinggi negeri sangatlah penting. Sebab, dengan adanya kedua hal ini, maka peningkatan mutu dan efektifitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat terwujud. Oleh karena itu, bentuk badan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah sejalan dengan konstitusi.
“Pengelolaan keuangan secara mandiri oleh Badan Hukum Pendidikan itu bukan by accident, tetapi by design,” ungkap Ahli Pemerintah Dr. Hadi Subhan. Menurutnya, meskipun dikelola secara mandiri, pengelolaan keuangan oleh penyelenggara pendidikan tinggi tetap harus akuntabel dan transparan.
Bahkan, hasil pengelolaan keuangan secara mandiri tersebut diaudit oleh lembaga-lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta inspektorat jenderal. “Pengelolaan keuangan perguruan tinggi secara mandiri telah mendapat legalitas dan legitimasi hukum,” tegas staf pengajar dari Universitas Airlangga ini dalam Sidang Perkara No. 103/PUU-X/2012 dan 111/PUU-X/2012 yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Selasa (5/2) siang.
Pada kesempatan tersebut, tidak hanya Hadi saja yang menyampaikan pendapat sebagai ahli Pemerintah, hadir empat ahli lainnya yakni Prof. Satryo S. Brodjonegoro, Prof. T. Basarudin, Prof. Mayling Gardiner, dan Prof. Ine Minara Ruki. Pada prinsipnya, mereka berpandangan, persoalan yang didalilkan para Pemohon adalah tidak berdasar dan tidak beralasan hukum.
Terhadap dalil adanya privatisasi perguruan tinggi, menurut Satryo, sangatlah tidak beralasan. “Tidak terjadi privatisasi sama sekali,” tegasnya.
Selain itu, dia juga berpendapat, tidak terjadi diskriminasi terhadap mahasiswa, khususnya kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik rendah dan ekonomi lemah. “Tidak ada pengingkaran sama sekali. Karena hak konstitusional warga negara telah dijamin sepenuhnya,” papar Guru Besar Institut Teknologi Bandung ini.
Senada dengan pandangan tersebut, Basarudin yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyatakan, otonomi perguruan tinggi sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang diuji oleh Pemohon adalah sesuatu yang sangat mendasar. “Otonomi perguruan tinggi bersifat kodrati dan esensial. Karena menjamin kebebasan akademik,” tuturnya.
Begitupula jika ditinjau dari sisi kesejarahan. Menurutnya, beberapa tokoh bangsa pernah mencita-citakan badan hukum perguruan tinggi. Sebab, dengan melalui badan hukum, universitas diberikan kedaulatan sepenuhnya untuk menyelenggarakan pendidikan secara mandiri dan berkualitas. Menurut Basarudin, dua tokoh yang berpandangan seperti ini adalah Mr. Soepomo dan Prof. Sunaryo Kolopaking.
Ine menambahkan, kemandirian kampus tersebut tidak berarti lepasnya tanggung jawab negara atau pemerintah terhadap pelaksanaan perguruan tinggi yang dapat diakses oleh masyarakat luas. Sedangkan Mayling menyimpulkan, para mahasiswa yang menjadi pemohon dalam perkara ini, hanya menuntut hak saja tanpa tanggung jawab dan kewajiban dengan mengorbankan hak bangsa membangun mutu pendidikan tinggi.
Adapun untuk sidang selanjutnya, akan digelar pada Rabu (20/2) pukul 11.00 WIB. Rencananya, Pemerintah masih akan menghadirkan beberapa saksi dan ahli lagi. (Dodi/mh)