Hak konstitusional para petani telah dilanggar dengan berlakunya beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Sebab, tidak ada perlindungan yang memadai dari Pemerintah terhadap para petani kecil berlahan sempit. Bahkan, di lapangan mereka harus berhadap-hadapan dengan Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta, dan koperasi.
Demikian hal itu diungkapkan oleh Ahli yang dihadirkan oleh Pemohon dalam Perkara No. 99/PUU-X/2012, Francis Xavier Wahono, Senin (4/2) di Ruang Sidang Pleno MK. “Keluarga petani telah didiskriminasikan. Petani kecil dilanggar secara sistematik oleh UU 12 Tahun 2009 atas hak asasinya,” tegasnya. Sehingga menurutnya, ketentuan yang diuji oleh para Pemohon harus dibatalkan.
Dalam perkara ini, Pemohon menguji Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d; Pasal 6; Pasal 9 ayat (3); Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2); serta Pasal 60 ayat (1) huruf a, huruf b, ayat (2) huruf a dan huruf b UU Sistem Budidaya Tanaman. Permohonan diajukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang concern dengan isu-isu petani. Diantaranya: Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa.
Namun, lanjut dia, jika permohonan dikabulkan, maka legislator harus mengubah ketentuan tersebut menjadi lebih pro kepada para petani kecil atau gurem. “Justru pemerintah harus mendukung para petani membudidayakan benih, bukan mempersulit,” katanya. Dengan melindungi petani gurem, maka kedaulatan pangan dan swasembada pangan akan lebih mudah terwujud.
Hal itu senada dengan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Pemohon, Imam Sutrisno. Imam adalah seorang petani di Kediri yang mengalami kriminalisasi. Meskipun tidak ditahan, namun 2 ton benih jagung, terpal, serta kipas angin miliknya diambil oleh petugas. Hingga sekarang, barang-barang tersebut pun tidak pernah kembali ke tangannya. “Waktu diambil, tidak ada penjelasan,” ungkapnya kepada Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.
Melindungi Petani
Sementara itu, ahli yang dihadirkan Pemerintah Prof. Sobir dari Institut Pertanian Bogor, berpandangan bahwa UU Sistem Budidaya Tanaman malah bertujuan untuk melindungi hak-hak para petani. UU ini, menurutnya, merupakan instrumen pemerintah untuk menjamin hasil pertanian berkualitas tinggi.
“Sertifikasi benih itu menjamin perlindungan terhadap petani dari penipuan produsen nakal,” ungkap Sobir. Sebab, jika tidak ada sertifikasi, maka akan menguntungkan para produsen nakal. Karena tidak ada prosedur pengawasan yang ketat terhadap bibit atau benih yang beredar di masyarakat.
Selain itu, jika ketentuan yang diuji oleh Pemohon dibatalkan, maka akan mengakibatkan impor benih semakin merebak, dan yang dirugikan lagi-lagi adalah petani kecil. “Aturan ini tidak diskriminatif,” ujar Pakar Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian IPB ini.
Dia pun kemudian merasa aneh jika Pemohon meminta adanya pembatalan ketentuan terkait pertanian seperti yang dipersoalkan dalam perkara ini. Karena di luar negeri, para petani malah meminta diterbitkan berbagai aturan, bukan minta dihapuskan.
Di samping itu, hadir pula sebagai ahli Pemerintah, Udin S. Nugraha pakar dalam bidang Fisiologi dan Teknologi Benih. Menurut dia, pada prinsipnya, UU Sistem Budidaya Tanaman telah selaras dengan Undang-Undang Dasar 1945. Di mana rumusannya bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman, perlindungan terhadap konsumen, dan sejalan dengan pelestarian lingkungan.
Menurutnya, pendapat Pemohon yang menyatakan petani tidak dilibatkan dalam penentuan kebijakan oleh Pemerintah, adalah tidak benar. “Di negeri ini ada Forum Musyawarah Rencana Pembangunan dari mulai tingkat desa hingga nasional,” papar Asesor Komite Akreditasi Nasional ini.
Ahli Pemerintah lainnya, Suharto, juga membenarkan pendapat dua ahli tersebut. Dia berkesimpulan, pasal-pasal yang diuji oleh Pemohon tidak bertentangan dengan konstitusi. Alasannya, kebebasan petani dalam membudidayakan jenis tanaman memang semestinya diimbangi dengan aturan yang jelas, tegas, dan adil.
Tak hanya itu, pada kesempatan yang sama, Pemerintah juga telah menghadirkan tiga saksi yang semuanya adalah petani di Jawa Barat. Mereka adalah Ibrahim Naswari G, Wahidin, dan Jalis. Mereka berpendapat selama ini Pemerintah sangat mendukung dan membantu dalam menjalankan usahanya sebagai petani. “Petani sangat diuntungkan,” ucap Ibrahim yang juga salah satu ketua kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Bunga Bangsa. (Dodi/mh)