Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
”Sebagai disebutkan dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945,” demikian disampaikan Peneliti MK Qurrata Ayuni pada pertemuan dengan 19 siswa SMAN 1 Padang, Sumatera Barat, pada Senin (4/2) siang di Gedung MK.
Selain keempat kewenangan tersebut, MK juga mempunyai satu kewajiban untuk memutus terhadap pendapat DPR mengenai dugaan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945.
"Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar,” tambah Qurrata.
”Apakah tidak ada upaya untuk menggugat putusan MK yang sudah dijatuhkan?” kata Lidiana Sari salah seorang siswa SMAN 1 Padang. ”Sayangnya tidak bisa. Putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak ada upaya banding atau kasasi,” ujar Qurrata.
Dijelaskan Qurrata lagi, putusan MK, suka atau tidak suka harus bisa diterima oleh para pihak yang berperkara. Lembaga-lembaga negara yang berperkara, bahkan Presiden sekalipun harus tunduk dan patuh terhadap putusan MK.
”Selain itu juga, MK merupakan lembaga peradilan yang bersifat pasif. MK tidak akan menguji UU kalau tidak diminta, MK tidak mencari-cari kelemahan untuk membatalkan suatu undang-undang,” imbuh Qurrata kepada para hadirin. Di antaranya hadir tiga guru SMAN 1 Padang, yaitu Parlendangan Nasution, Dayu Ratni dan Mastitip Sarlar.
Qurrata melanjutkan, setiap orang, kelompok masyarat, LSM, badan hukum dan lainnya, yang merasa dirugikan dengan adanya suatu produk UU, boleh melakukan uji materi ke MK. Misalnya, menguji UU Pemilu.
”Namun, permohonan yang disampaikan pemohon harus dibuktikan kewenangan konstitusionalnya. Hal apa saja yang merugikan pihak pemohon, yang di MK disebut dengan istilah legal standing atau kedudukan hukum,” ungkap Qurrata.
Dalam kesempatan itu, Qurrata juga menjawab sejumlah pertanyaan dari siswa. Misalnya, ada pertanyaan dari siswa bernama Dian, ”Apakah jaminannnya bahwa putusan MK itu benar-benar sesuai UU?” Menanggapi pertanyaan ini, Qurrata menerangkan keputusan MK sudah berdasarkan pertimbangan yang panjang dari sembilan hakim konstitusi.
”Seperti ungkapan bahwa hakim, kaki kanannya di surga dan kaki kirinya di neraka. Hal ini bermakna bahwa hakim memiliki tanggung jawab yang luar biasa berat,” tandas Qurrata. (Nano Tresna Arfana/mh)