Pemohon dalam Perkara No. 7/PUU-XI/2013, Andi M. Asrun dan Zainal Arifin Hoesein, menyatakan telah memperbaiki permohonannya. Hal ini diungkapkan dalam sidang Perbaikan Permohonan, Kamis (31/1) di Ruang Sidang Pleno MK.
Asrun mengungkapkan telah melakukan perbaikan permohonan berdasarkan saran dan nasihat Panel Hakim dalam persidangan sebelumnya. Menurutnya, pihaknya telah memperbaiki argumentasi dan dalil-dalilnya. Telah diuraikan mulai dari aspek filosofis hingga prinsip-prinsip dalam penegakan hukum. “Mudah-mudahan bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam permohonan ini.”
“Kami juga sudah pertajam soal potensial kerugian yang menurut kami terbuka kemungkinan persoalan kerugian,” tegas Asrun. Khususnya terhadap Zainal selaku Pemohon II. “Seandainya jadi hakim, akan terkendala patokan usia 60 tahun.”
Akhirnya, dia pun berkesimpulan, ketentuan dalam Pasal 15 Ayat (2) huruf d UU MK mengandung diskriminasi. “Kami menganggap bahwa ada persoalan diskriminatif. Kenapa harus ada batasan umur 65 tahun,” papar Asrun.
Selain itu, dia juga berpandangan, hal itu telah mengebiri independensi peradilan. Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, mereka meminta kepada MK untuk memberikan putusan inkonstitusional bersyarat.
“Bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar 1945 kalau tidak dimaknai berusia sekurang-kurangnya 47 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan pertama,” ujar Asrun.
Adapun Pasal 15 Ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang diuji Pemohon tersebut berbunyi, “Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat: ... d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan.” (Dodi/mh)