Sidang perbaikan permohonan uji materi terhadap UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pemilu Presiden) - Perkara No. 4/PUU - XI/2013 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (30/1) sidang. Pemohon adalah Sri Sudardjo selaku Presiden Lembaga Komite Pemerintahan Rakyat Independen.
Pemohon pada intinya sudah melakukan sejumlah perbaikan berdasarkan saran dan masukan Majelis Hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan sebelumnya. Beberapa perbaikan tersebut, menurut Pemohon, lebih kepada hal-hal yang diambil langsung dari rakyat, situasi pada saat ini yang dijumpai rakyat Indonesia dalam keadaan konflik yang luar biasa.
“Memang ada tambahan perbaikan pada pokok permohonan. Bahwa permohonan uji UU ini merupakan bentuk penegakan kedaulatan konstitusi, Pembukaan UUD 1945 yang kami anggap sebagai norma dasar konstitusi. Kami percaya bahwa Mahkamah Konstitusi akan menegakkan dasar negara yang masih ada dan dihormati, dalam hal ini norma yang mengatur tentang persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden yang harus memenuhi persyaratan UU Pilpres,” urai Pemohon.
“Patut diduga, UU No. 42 Tahun 2008 akan menghasilkan presiden dan wakil presiden yang semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945,” tambah Pemohon.
Dalam persidangan sebelumnya, Pemohon berdalih pemilihan calon presiden dan wakil presiden Indonesia selama ini sangat bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang hanya diatur oleh segelintir elit dengan sistem prosentase. Hal ini menyebabkan proses manipulasi suara rakyat secara masif serta berpotensi menimbulkan massa rakyat yang sadar untuk tidak memilih dan menjadikan golput sebagai pilihan politik.
Selain itu, Pemohon menjelaskan norma hukum dalam UU Pemilu Presiden, yaitu Pasal 1 angka 2, Pasal 9, Pasal 10 angka 1, Pasal 14 angka 2 merupakan norma hukum yang diskriminatif karena bertentangan dengan hak-hak konstitusional Pemohon, sehingga harus dinyatakan inkonstitusional.
Pemohon juga memberikan penjelasan seputar pengubahan frasa sejumlah pasal dalam UU tersebut. Di antaranya, Pasal 1 angka 2 frasa “partai politik adalah partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum oleh DPR” diubah menjadi Pasal 1 angka 2 frasa “partai politik adalah partai politik yang telah diusulkan oleh golongan rakyat, golongan buruh, golongan petani, golongan kaum miskin kota, golongan fungsional seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Kongres Nasional Rakyat yang dihadiri oleh utusan-utusan golongan”.
Selanjutnya, Pasal 9 frasa “pasangan calon diusulkan oleh partai politik dan gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden”.
Frasa Pasal 9 berubah menjadi “pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik atau utusan golongan rakyat, golongan buruh, golongan petani, golongan kaum miskin kota, golongan fungsional seluruh rakyat Indonesia dengan persyaratan mengakomodir seluruh kepentingan rakyat berdasarkan pada kesepakatan nasional berasaskan gotong royong dengan kesepakatan utuh, bulat dan menyeluruh”. (Nano Tresna Arfana/mh)