Ijazah palsu kembali menjadi salah satu alasan diajukannya perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah Kabupaten Aceh Selatan ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini Pemohon yang bersidang di lembaga pengawal konstitusi ini adalah pasangan Husni Thamrin-Dedi Mufizar yang diwakili kuasa hukumnya Mukhlis dkk. Pemohon menyoal Pemilukada Aceh Selatan Tahun 2012 dinilainya jauh dari independensi penyelenggara pemilu.
Yang menarik, ternyata pasangan ini bukanlah salah satu kontestan Pemilukada Kabupaten Aceh Selatan. Pasangan ini menyatakan tidak mendaftar karena merasa tahapan Pemilukada tidak berjalan adil dan independen. Karena itu, dalam Sidang Pendahuluan untuk perkara No 7/PHPU.D-XI/2013 pada Selasa (29/1/2013) ini, Hakim Panel yang terdiri atas Achmad Sodiki (Ketua Panel), Ahmad Fadlil Sumadi, dan Harjono, banyak menasehati Pemohon agar memperbaiki permohonan yang diajukannya.
Dalam persidangan, Pemohon mengungkapkan Pemilukada diwarnai banyak ketidaksiapan penyelenggara, kecurangan, hingga independensinya yang amat dipertanyakan. Pelaksanaan Pemilukada Aceh Selatan guna memilih Bupati dan Wakil Bupati periode 2013-2018 oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Selatan, menurut Pemohon tidak mengindahkan amar putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh Nomor 20/G/2012/PTUN-BNA mengenai dikabulkannya permohonan penundaan Pemilukada dan memerintahkan KIP Aceh Selatan untuk menunda pelaksanaan keputusan KIP Aceh Selatan Nomor 35 tahun 2012 tanggal 09 Desember 2012 tentang penetapan pasangan calon yang memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan.
Pemilukada Aceh Selatan dinilai Pemohon banyak kecurangan, dan kecurangan-kecurangan yang ada telah dilaporkan ke Gubernur Aceh. Dalam permohonan diuraikan juga bahwa sebagian masyarakat minta KIP Aceh Selatan tidak menerima pasangan Muhammad Natsir-Zulkifli karena tidak punya ijazah alias berijazah palsu. “Pemilukada cacat hukum,” ujar Mukhlis.
Karena itu, dalam petitum yang dipaparkan, Pemohon meminta MK membatalkan SK KIP Aceh Selatan Nomor 35 tahun 2012, mengabulkan provisi putusan sela di atas, meminta penghentian Pemilukada selama 6 bulan, serta meminta adanya penjadwalan ulang.
Panel Hakim sendiri meminta Pemohon lebih cermat mengajukan sengketa PHPU kepala daerah ini. “Kewenangan MK adalah mengadili hasil Pemilu. Membaca permohonan ini, hasil tidak nampak. Pemohon harus lebih cermat dan membaca pedoman beracara PHPU,” kata Fadlil Sumadi.
Harjono juga meminta Pemohon mempelajari Peraturan MK secara sungguh-sungguh. “Permohonan ini prematur,” katanya.
Pemohon memang sengaja tidak mendaftarkan diri, belum menjadi calon, dan akan dicalonkan, namun tidak jadi. Alasan Pemohon tidak mendaftar adalah karena penilaian terhadap ketiadaan independensi KIP Aceh Selatan. (ay/mh)