Berpolitik adalah untuk bernegara, sedangkan bernegara memberikan kedudukan yang mulia bagi derajat dan keadilan manusia.
“Namun, apakah kita sudah menghormati hak asasi manusia dalam kerangka negara yang berdaulat dan merdeka?” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam acara ulang tahun ke-12 Soegeng Sarjadi Syndicate di Jakarta, Senin (28/1) siang.
Dikatakan Mahfud, masalah kemerdekaan bangsa seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 bisa dianggap selesai. Persoalan besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah menghormati hak asasi manusia (HAM).
“Berdaulat secara formal memang sudah, tetapi apa manfaatnya bagi bangsa? Saat ini yang harus diperjuangkan adalah hak asasi manusia. Keadilan tidak ada, sungguh-sungguh harus ditegakkan,” ucap Mahfud dalam acara yang dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Wapres Try Sutrisno, personel grup band ‘Slank’ Kaka, Bimbim, dan lainnya.
Hal yang lebih mengenaskan, lanjut Mahfud, akibat tidak ditegakkannya keadilan, maka orang jadi takut berbuat sesuatu. Mau bertindak ini itu, takut, dilarang, khawatir terkena sanksi dan sebagainya.
Terkait penegakan hak asasi manusia Indonesia, Mahfud mengisahkan cerita Bejo dari Wonosari, Yogyakarta, meski hanya sebagai ilustrasi sindiran bagi penegakan hak asasi manusia di negeri kita.
“Ada cerita terkenal di kalangan penegak hukum, kisahnya mengenai Bejo yang tinggal di Wonosari. Suatu ketika Bejo ditanya pihak berwenang soal status kepemilikan rumahnya. ‘Ini rumah siapa? Punya surat rumah, tidak?’ “ ujar Mahfud mengawali ceritanya.
Ditanya pihak berwenang, ungkap Mahfud, Bejo mengakui kalau ia mendirikan rumahnya di atas tanah negara dan tidak memiliki surat rumah secara resmi. Lantas diusirlah Bejo dan ia pindah ke rumah baru yang kemudian berulang, diusir untuk kedua sampai ketiga kalinya karena mendirikan rumah di atas tanah negara dan tidak punya surat rumah yang legal. Hingga akhirnya Bejo mengeluhkan nasibnya, hidupnya yang tidak merdeka di masa yang sudah merdeka.
Sementara itu Soegeng Sarjadi selaku tuan rumah acara itu, menyoroti potensi anak-anak muda di Indonesia.
“Jangan remehkan anak-anak muda seperti ‘Slank’. Mereka produktif dalam di bidang ekonomi kreatif. Lagu-lagu mereka juga tidak melupakan masalah bangsa dan menyemangati bangsa. Saya yang sudah tua malah ingin belajar lagu mereka. Anak-anak muda seperti mereka justru masih menghidupkan asa kita,” urai Soegeng.
Soegeng melanjutkan, anak-anak muda memberikan harapan bagi bangsa, di tengah pesimisme publik yang tinggi terhadap kaum muda yang terjebak dalam politik yang kotor dan korup. Demikian ditegaskan Soegeng saat menutup kata sambutannya. (Nano Tresna Arfana/mh)