Usia hakim konstitusi yang semula paling rendah 40 (empat puluh) tahun menjadi 47 (empat puluh tujuh) tahun dan usia pensiun semula 67 (enam puluh tujuh) tahun menjadi 70 (tujuh puluh) tahun dinilai diskriminatif oleh mantan Panitera Mahkamah Konsitusi (MK) Zainal Arifin Hoesien dan mantan Pegawai MK Andi Muhammad Asrun selaku para Pemohon Perkara No. 7/PUU-XI/2013. Dikarenakan, pasal yang menentukan masa jabatan tersebut berpotensi merugikan para Pemohon ketika menjadi hakim konstitusi.
“Kami menilai bahwa ketentuan yang diuji ini berpotensi merugikan kami manakala menjadi hakim konstitusi,” terang Asrun saat sidang Pengujian UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK, Jumat (18/1). Sidang panel ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai anggota.
Pandangan tersebut muncul, ujar Para Pemohon, ketika MK dan Mahkamah Agung sebagai sama-sama lembaga kekuasaan kehakiman yang mempunyai kesamaan usia pensiun hakim yakni 70 (tujuh puluh) tahun, tetapi berbeda dalam hal pengangkatan. Dalam hal ini, kata para Pemohon, apabila hakim agung betul-betul menjabat sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun, tetapi hakim konstitusi tidak. Calon hakim konstitusi kalau usianya lebih dari 65 (enam puluh tujuh) tahun, ia tidak dapat diusulkan untuk diangkat menjadi hakim konstitusi.
Oleh karena itu, ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf d UU tersebut, menyebutkan, “Berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan,” kata para Pemohon dalam petitumnya, bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berusia sekurang-kurangnya 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan pertama.
“Menyatakan Pasal 15 ayat (2), selengkapnya menjadi, “Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:…d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan pertama,” urai Asrun saat membacakan petitum permohonan.
Setelah menguraikan permohonan para Pemohon, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan nasihat-nasihat dari para hakim konstitusi sesuai dengan kewajiban yang diberikan dalam undang-undang. Fadlil Sumadi memberikan nasihat terkait masalah legal standing (hak gugat) Para Pemohon yang belum jelas dicantumkan dalam permohonan. “Hak atau kewenangan konstitusional Anda dirugikan atas Pasal 15 ayat (1) seperti apa?” tanya Fadlil kepada para Pemohon tanpa pendamping atau kuasa hukum tersebut.
Berkenaan pokok permohonan, kata Fadlil, permohonan para Pemohon memang cukup bagus namun tidak terlalu jelas kerugian konstitusionalnya atau hubungan Para Pemohon dengan ketentuan pasal yang sedang diujikan tidak dicantumkan dalam permohonan. “Permohonan para Pemohon cukup bagus, tetapi kurang ‘tajam,” terang Fadlil.
Maria Farida juga membenarkan apa yang disampaikan oleh Fadlil terkait dengan legal standing para Pemohon. Menurutnya, para Pemohon belum menjelaskan kerugian konstitusionalnya terhadap pengujian Pasal 15 ayat (1). Sebab para Pemohon sendiri, kata Maria Farida, belum mendaftarkan sebagai calon hakim konstitusi. “Apakah betul Anda mempunyai legal standing,” tutur Maria Farida. “Kami sangat terima kasih terhadap masukan untuk memperkuat permohonan ini. Kami sangat berkepentingan untuk memperbaiki permohonan ini, karena harapan kami permohonan dikabulkan Mahkamah Konstitusi,” terang Asrun menanggapi nasihat-nasihat yang diberikan oleh Majelis Hakim Konstitusi. (Shohibul Umam/mh)