Dua permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Nganjuk Tahun 2012 ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan dengan Nomor 104/PHPU.D-X/2012 dan 105/PHPU.D-X/2012 ini dibacakan Jum’at (18/1) di Ruang Sidang Pleno MK. Pada intinya, Mahkamah berkesimpulan, dalil-dalil para Pemohon tidak terbukti menurut hukum. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Wakil Ketua MK Achmad Sodiki.
“Menimbang bahwa dalil Pemohon tentang adanya pelanggaran-pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, tidak dibuktikan dengan bukti yang meyakinkan bahwa pelanggaran lain tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara Pemohon,” papar Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva. “Oleh karena itu, menurut Mahkamh, dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum.”
Sebelumnya, dalam masing-masing permohonannya, para Pemohon mengungkapkan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait, Pasangan Calon Nomor Urut 2 Taufiqurrahman dan Abdul Wachid Badrus. Adapun sebagai Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum Kab. Nganjuk.
Dalam permohonan Perkara No. 104/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Siti Nurhayati dan Sumardi, Pihak Terkait dituding telah melakukan kecurangan berupa pembagian buku cetak yang cover-nya bergambar Bupati Nganjuk (Pihak Terkait) dan karikatur orang yang sedang mengacungkan dua jari tangan; mobilisasi yang melibatkan guru-guru, Pegawai Negeri Sipil, dan siswa-siswa SMK di beberapa sekolah; serta politik uang.
Tidak berbeda jauh, dalam Perkara No. 105/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3 Njono Dojo Astro dan A. Syaiful Anam, pada intinya mendalilkan dua hal. Pertama, adanya pengerahan PNS untuk kepentingan pemenangan Pihak Terkait dalam berbagai kegiatan dan pertemuan. Kedua, adanya praktik politik uang dengan cara pembagian voucher sembako, barang, dan uang kepada warga dengan mengerahkan perangkat pemerintahan daerah, yakni camat, kepala desa, perangkat desa, BPD, LPM, Ketua RW dan RT.
“Menurut Mahkamah, dalil Pemohon bahwa telah terjadi pelanggaran berupa politik uang yang dilakukan oleh Pihak Terkait tidak terbukti dengan cukup meyakinkan, kalaupun pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon ada, quod non, menurut Mahkamah pelanggaran tersebut bukan merupakan pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif,” urai Hakim Konstitusi Muhammad Alim. (Dodi/mh)