Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Pemohon mengenai Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)- No. 1/PUU-X/2012. Demikian diputuskan Majelis Hakim Konstitusi dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung pada Selasa (8/1) siang di Ruang Sidang Pleno MK.
Ketentuan pasal yang diujikan oleh Budikwanto Kuesar dkk mengenai alat-alat berat dan besar terkait alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor, dan tidak melekat secara permanen sebagai kendaraan bermotor, sebagai objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Sebagai pengusaha alat-alat berat dan alat-alat besar mereka menanggung pajak ganda, karena para Pemohon telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPB).
Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”. Berdasarkan pasal tersebut menurut Mahkamah dan memperhatikan Pasal 18 UUD 1945, disusunlah UU PDRD yang pada prinsipnya merupakan delegasi kewenangan yang diturunkan dari Pasal 23A UUD 1945 yang mengatur pengenaan PKB dan BBN-KB, termasuk dalam hal ini adalah alat-alat berat dan alat-alat besar. Dengan demikian UU PDRD tidak dapat dipertentangkan dengan Pasal 23A UUD 1945, sehingga dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya, dalil Pasal 1 angka 13 UU PDRD telah melanggar asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan undang-undang sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena pengertian “kendaraan bermotor” yang termuat dalam UU PDRD sebagai lex generalis tidak mengacu pada pengertian “kendaraan bermotor” yang tercantum dalam UU Lalu Lintas sebagai lex specialis. Dalam hal ini, UU PDRD ini telah memperluas pengertian kendaraan bermotor meliputi alat-alat berat dan alat-alat besar, yang dalam UU Lalu Lintas tidak dikategorikan demikian. Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon tidak beralasan hukum. Mahkamah berpendapat “pengertian kendaraan bermotor” sebagaimana tersebut dalam UU PDRD merupakan bentuk perumusan ulang yang bertujuan memberikan batasan kepada pemerintah daerah mengenai objek-objek mana yang dapat dikenakan pajak maupun retribusi daerah. Di samping itu, hal tersebut juga bertujuan untuk menutup celah penghindaran dan pengelakan pajak dan mempermudah administrasi pajak, serta tujuan lainnya.
Pengertian kendaraan bermotor dalam UU PDRD pada prinsipnya tidak berbeda dengan pengertian kendaraan bermotor dalam UU Lalu Lintas. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Lalu Lintas yang menyebutkan, “kendaraan bermotor sebagaimana ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis: ... e. Kendaraan Khusus”, dan dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e disebutkan, “yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain: ... c. alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas terbukti bahwa dalam UU Lalu Lintas pun alat berat dimasukkan kedalam kategori kendaraan bermotor.
Demikian pula dalil yang menyatakan bahwa UU PDRD merupakan lex generalis dan UU Lalu Lintas merupakan lex spesialis, menurut Mahkamah, dalil tersebut tidak tepat. Dalam perkara ini, UU PDRD justru yang merupakan lex spesialis, karena UU tersebut merupakan undang-undang yang mengatur dasar pemungutan pajak dan retribusi daerah, yang oleh para Pemohon diajukan ke Mahkamah untuk diuji konstitusionalitasnya, khususnya terkait dengan ketentuan mengenai pemungutan pajak daerah atas alat-alat berat dan alat-alat besar.
Dengan demikian jelas bahwa dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa seharusnya pengertian “kendaraan bermotor“ dalam UU PDRD tunduk dan mengacu pada pengertian “kendaraan bermotor” yang diatur dalam UU Lalu Lintas merupakan dalil yang tidak berdasar. “Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua Pleno Mahfud MD didampingi para hakim konstitusi lainnya. (Nano Tresna Arfana/mh)