Guna meneguhkan komitmen menjadi lembaga negara yang bersih dari tindak pidana korupsi, serta mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan mengadakan nota kesepahaman (MoU), pada Jumat (7/1) di Aula Dasar Gedung MK, Jakarta.
Nota kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dengan Kepala PPATK Muhammad Yusuf, dengan disaksikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD. Hadir pula pada acara tersebut para hakim konstitusi, para pejabat dari PPATK, serta seluruh pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
Nota kesepahaman tersebut berisikan tentang pertukaran informasi, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan dan pemanfaatan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang mampu mendukung kinerja kedua belah pihak dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Ketua MK, Moh. Mahfud MD mengatakan dalam sambutannya bahwa nota kesepahaman ini adalah hal yang sangat penting bagi perkembangan bangsa Indonesia untuk pemberantasan korupsi dalam hal pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sebab, kata Mahfud, hampir semua lini yang ada di negara ini telah dikorupsi.
“Saya menyakini kalau kita berhasil menekan seminimal mungkin korupsi di Indonesia ini, maka lebih dari 50% persoalan kita akan selesai,” tutur Ketua MK dihadapan para pejabat dan pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
Lebih dari itu, Mahfud mengatakan, kerja sama antara PPATK dengan lembaga yudikatif mempunyai makna lebih penting lagi, karena pada lembaga tersebut banyak terjadi transaksi-transaksi jual-beli putusan, baik dalam proses pembuatan putusan maupun putusan yang sudah jadi. “Alangkah bahayanya suatu negara kalau lembaga peradilan pun tidak bersih,” ujar Mahfud.
Oleh sebab itu, Mahfud melanjutkan, meskipun keluar dari ketentuan hukum, ia mendukung langkah yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terkait terobosam hukum dalam hal ketentuan putusan bebas murni yang tidak dapat dikasasi.
“Saya setuju sebagai aliran hukum subtantif. Mahkamah Agung, terobos saja peraturan bahwa kalau sudah bebas murni lalu tidak boleh kasasi. Namun ternyata boleh, Mahkamah Agung menghukum puluhan orang koruptor yang dibebaskan di pengadilan tipikor daerah itu,” tutur Mahfud.
Sementara Muhammad Yusuf, dalam sambutannya juga mengatakan bahwa merupakan sebuah kebahagiaan bisa melaksanakan kerja sama dengan MK. Melalui kerja sama ini, PPATK bisa memeriksa dengan leluasa apapun transaksi yang mencurigakan di lembaga ini. “Dengan kesepakatan yang dilakukan hari ini, saya berharap banyak dikemudian hari ada informasi-informasi yang perlu didalami,” jelasnya.
Yusuf juga berharap banyak dengan kerja sama ini bisa meningkatkan jaringan dan komunikasi antara MK dan PPATK dalam mencegah dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. “Saya juga berharap banyak terbentuknya network antara PPATK dengan MK atas kerja sama ini,” pungkasnya. (Shohibul Umam/mh)