Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menerima kunjungan para siswa Madrasah Aliyah (MA) Asysyarifah Demak, Jawa Tengah, Jumat (4/1) pagi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Fadlil menjelaskan berbagai hal terkait MK dan kinerjanya, termasuk di dalamnya membahas mengenai berbagai macam bentuk putusan di MK.
“Produk kerja pengadilan adalah putusan. Di Mahkamah Konstitusi terdapat tiga bentuk putusan. Pertama, putusan yang menyatakan tidak dapat menerima kasus. Faktornya banyak, bisa dari yang mengajukan permohonan, dari kasusnya maupun dari pengadilan,” jelas Fadlil yang didampingi moderator Ahmad Salik selaku Kepala MA Asysyarifah Demak.
Ditambahkan Fadlil, kalau faktor tidak dapat diterimanya putusan karena orangnya, biasa disebut orang itu tidak memiliki legal standing. Karena berperkara di MK, orang yang mengajukan permohonan harus memiliki kepentingan. “Jadi kalau punya kepentingan, maka permohonan pemohon tidak dapat diterima,” imbuh Fadlil kepada para siswa.
Bentuk putusan MK lainnya adalah permohonan ditolak. Dikatakan Fadlil, khusus di pengadilan, ada perbedaaan antara putusan yang ditolak dan putusan yang tidak dapat diterima. “Kalau kasusnya tidak jelas, rumit, sulit dipahami, maka putusan tidak dapat diterima,” ujar Fadlil.
Berbeda dengan putusan yang ditolak, jelas Fadlil, faktor penyebabnya hanya satu. Bahwa kalau pemohon gagal membuktikan apa yang didalilkan pemohon, apa yang jadi alasan pemohon, maka permohonan pun ditolak. Selain itu, ada putusan yang dikabulkan MK karena pemohon bisa membuktikan dalil-dalilnya dengan argumentasi yang tepat.
Lebih lanjut Fadlil menerangkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Sesuai dengan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
”Dengan demikian tidak ada upaya banding, peninjauan kembali (PK), kasasi terhadap putusan MK. Sebab putusan MK bersifat final dan mengikat,” tandas Fadlil.
Selain itu, Fadlil mengungkapkan, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Seperti terkandung dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945. (Nano Tresna Arfana/mh)