Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyambut kunjungan para guru SMA/SMK dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (MGMP-PKn) se-Kabupaten Temanggung dan Pekalongan, Jawa Tengah, ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (17/12) pagi. Kunjungan yang berjumlah sekitar 90 guru tersebut bermaksud mengetahui seputar kewenangan dan kewajiban MK.
Diterima di Ruang Konfrensi Pers Gedung MK, Fadlil memulai memaparkan terkait dengan sejarah terbentuknya MK. Menurutnya, salah satu dasar membentuk negara Indonesia adalah adanya gagasan negara demokrasi dan negara hukum. Gagasan negara demokrasi tersebut, kata dia, bersumber di dalam Pasal 1 dan 2 UUD 1945. “Artinya (Pasal itu), yang mempunyai kekuasaan tertinggi di negara ini adalah rakyat,” terangnya.
Disebabkan, kata Fadlil, negara Indonesia seutuhnya dibentuk oleh rakyat, maka negara harus berfungsi dan bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. “Negara dibentuk dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan seutuhnya untuk menyejahterakan rakyat, melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia,” jelas Fadlil Sumadi.
Disamping itu, Fadlil mengatakan terkait kedaulatan rakyat yang semula ada ditangan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Menurutnya, itu sebelum dilakukan amandemen UUD 1945, tetapi karena proses penyelesaiannya tidak begitu baik maka sekarang ini dilaksanakan menurut UUD 1945. “Dahulu kita diwakili MPR untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, namun praktiknya tidak begitu baik,” terangnya.
Oleh karena itu, sambung Fadlil, bangsa Indonesia saat ini tidak menganut supremasi parlemen atau tidak menganut keunggulan dari parlemen, tetapi menganut negara demokrasi yang menyamaratakan keberadaan lembaga negara. “(lembaga negara) itu sama saja, sejajar untuk mewakili rakyat, dan menyejahterakan rakyat,” ujarnya.
Meskipun telah diakui UUD 1945 sebagai hukum tertinggi (the supreme law of land), Fadlil mengatakan lagi, UUD 1945 sebelum tahun 2003 tidak pernah ditegakkan melalui mekanisme hukum, sehingga menimbulkan banyak kecelakaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. “Oleh karena UUD tidak ditegakkan secara hukum, sehingga menimbulkan banyak kecelakaan,” ucapnya.
Hal demikian terbukti dalam proses pelengseran presiden sebelum tahun 2003. Menurutnya, sampai sekarang pelengseran Presiden Soekarno dari jabatannya belum jelas permasalahan pidananya. Sebab pelengserannya menggunakan mekanisme politik, tidak menggunakan mekanisme yang lain. “Keputusan politik itu berdasarkan dengan suara mayoritas, sehingga kadang lupa untuk mempertimbangkan persoalan itu benar atau salah,” jelas Doktor Universitas Diponegoro Semarang tersebut.
Berdasarkan hal demikian, maka kedaulatan rakyat harus dikendalikan dengan mekanisme hukum (kedaulatan hukum) yang berupa UUD 1945 yang didalamnya mengadung prinsip keadilan dan kebenaran. “Jadi Mahkamah Konstitusi didirikan untuk menegakkan hukum dan konstitusi yang kemarin-kemarin dilupakan orang,” terang hakim konstitusi tersebut. (Shohibul Umam/mh)