Mahkamah Konstitusi memang terkadang memutus lama pada perkara-perkara tertentu, namun menjatuhkan vonis relatif cepat pada perkara tertentu pula. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya, karena ada perkara yang setelah diperiksa tidak memerlukan persidangan yang banyak dan lama.
“Perkara tersebut tidak sampai (disidangkan) ke Pleno,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Jum’at (14/12) di Aula Lantai Dasar, Gedung MK saat menjawab pertanyaan dari salah satu mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang saat itu berkunjung ke MK. Khususnya, kata Maria, hal itu dilakukan pada perkara-perkara yang tidak diperiksa pokok perkaranya, misalnya karena Pemohon tidak memiliki legal standing.
Namun, dalam perkara yang penanganannya lama, kadang disebabkan karena para pihak ingin menghadirkan saksi atau ahli yang cukup banyak. Sehingga, sidang pun digelar hingga berkali-kali. “Bahkan ada yang sampai 8 kali sidang,” ungkap Guru Besar Perundang-undangan Universitas Indonesia ini kepada para mahasiswa.
Maria menuturkan, seluruh ahli dan saksi yang dihadirkan oleh para pihak, mesti didengarkan keterangannnya. Karena nantinya, keterangan mereka akan menjadi pertimbangan Mahkamah dan dimuat dalam duduk perkara pada setiap naskah putusan. Akan tetapi, jika kita ingin mengetahui dan memahami argumentasi MK yang sebenarnya, maka bacalah pada bagian Pendapat Mahkamah. “Pendapat Mahkamah inilah yang murni pendapat MK,” tegasnya.
Dalam melakukan pemeriksaan pun, kata Maria, semua dilakukan secara terbuka untuk umum. Sehingga, semua orang bisa mengikuti dan mengerti perkembangan penanganan suatu perkara di MK. Bahkan, naskah putusan pun bisa langsung diterima oleh para pihak sesaat setelah putusan dibacakan. “Mulai dari memasukkan permohonan hingga penerimaan putusan, semua tidak dikenai biaya,” ungkapnya. “Risalah sidang juga diberikan cuma-cuma. Karena negara yang membiayai.”
Selain itu, Maria juga sempat ditanya tentang keberadaan dirinya sebagai satu-satunya hakim perempuan di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, dia sangat bangga atas perlakuan delapan hakim konstitusi lainnya kepada dirinya. “Disini saya tidak didiskriminasi,” imbuhnya. Terkadang, sebagai bentuk penghormatan pada dirinya, dia diminta untuk lebih dulu dalam menyampaikan pandangan atau melakukan sesuatu oleh para hakim konstitusi.
Bahkan, dia berpandangan, selama menjadi hakim MK, dirinya merasakan sangat independen dan saling menghargai perbedaan. “Disini independensi hakim dijunjung tinggi.” (Dodi/mh)