Konstitusi adalah sebuah kesepakatan yang paling mendasar bagi sebuah negara. Karena itu konstitusi adalah suara rakyat yang dirumuskan secara ringkas dalam teks. “Konstitusi merupakan kehendak rakyat yang dirumuskan oleh para wakil-wakilnya dan dimuat dalam satu teks,” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan Bandung yang bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (13/12) siang.
Hamdan melanjutkan, konstitusi berkaitan dengan suara-suara rakyat. Konstitusi menjadi dinamis karena suara rakyat itu tumbuh dan berkembang, hidup. Kalau konstitusi hanya teks, maka konstitusi menjadi mati dan tidak mewakili suara rakyat.
“Karena itu pula, konstitusi itu merupakan kesepakatan dasar dari rakyat tentang cita sebuah negara, tujuan sebuah negara,” ujar Hamdan.
“Mengenai kekuasaan dan kewenangan negara, hubungan satu lembaga dengan lembaga yang lain, mengisi jabatan presiden, hak-hak warga negara, hubungan antara kekuasaan dengan warga negara, itu semua diatur dalam konstitusi,” tambah Hamdan.
Oleh sebab itu, lanjut Hamdan, siapa pun warga negara yang menemukan ada UU yang melanggar hak-hak sebagai warga negara, maka ia boleh datang ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU tersebut.
“Kalau ada UU yang bertentangan dengan konstitusi, Anda boleh datang ke MK, minta UU dibatalkan. Karena dalam konstitusi dijamin hak-hak warga negara,” tegas Hamdan.
Lebih lanjut Hamdan memaparkan kewenangan dan kewajiban MK. Kewenangan MK, pertama adalah menguji UU terhadap UUD. Kewenangan lainnya dari MK adalah memutus sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Kewenangan berikut MK adalah memutus pembubaran partai politik dan memutus perkara perselisihan hasil pemilihan umum termasuk pemilukada.
“Sedangkan kewajiban MK adalah memutus mengenai pemakzulan Presiden. Artinya, dalam memakzulkan Presiden harus ada usul dari DPR kepada MPR bahwa Presiden sudah melakukan pelanggaran konstitusi. Kalau benar Presiden sudah melanggar konstitusi, maka DPR bisa mengusulkan agar Presiden bisa dimakzulkan oleh MPR,” urai Hamdan. Namun sebelum sampai kepada MPR, lanjut Hamdan, DPR harus mengajukan pendapatnya ke MK untuk diputuskan mengenai pelanggaran konstitusi tersebut.
“Dengan demikian, kalau ada pemakzulan Presiden, nanti DPR mengajukan ke MK. Selanjutnya MK memanggil Presiden untuk memberikan kesempatan pembelaan diri, mengajukan saksi-saksi, bukti-bukti dan sebagainya,” ucap Hamdan. Ditambahkan Hamdan, jika MK menyatakan pendapat DPR benar bahwa Presiden melanggar konstitusi, maka hasil putusan MK dikembalikan kepada DPR. Setelah itu DPR mengusulkan kepada MPR agar memberhentikan Presiden. (Nano Tresna Arfana/mh)