Kerukunan umat beragama dan pluralisme adalah gambaran negara bahwa Indonesia adalah negara dan bangsa yang toleran. Maraknya konflik yang mengatas namakan agama atau suku belakangan ini di berbagai daerah, tidak dapat dijadikan ukuran intoleransi di Indonesia. Hal ini dikatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD pada acara diskusi kebangsaan yang bertajuk “Kebersamaan Anak Bangsa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Senin (10/12), di Hotel Sintesa Peninsula, Manado, Sulawesi Utara.
Pada acara yang diselenggarakan oleh Universitas De La Sale Manado tersebut, Mahfud juga mengatakan banyak konflik horizontal di Indonesia disebabkan oleh pengelolaan pemerintahan yang tidak baik. Padahal, tambahnya, rakyat Indonesia memiliki nilai kerukunan dan saling tolong-menolong yang telah hidup sejak bangsa Indonesia belum berdiri. “Ketika Aceh terkena tsunami, banyak bantuan yang datang dari berbagai kalangan melintas perbedaan suku dan agama. Mereka saling membantu, menolong, dan selalu menyayangi,” ujarnya memberi contoh.
Manajemen pemerintahan yang tidak baik itulah yang pada praktiknya sering menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi warga negara. “Padahal Konstitusi telah menjamin persamaan hak bagi setiap warga negara yang hidup di Indonesia, tidak memandang agama apa yang kita anut,” tambah mantan Menteri Kehakiman dan HAM pada pemerintahan Presiden Gus Dur ini.
Pada bagian lain, Mahfud menegaskan, ideologi Pancasila lahir dari berbagai perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Pancasila lahir dari kesadaran bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang ber-bhineka tunggal ika. “Perbedaan-perbedaan itulah yang menjadi modal bangsa kita untuk maju,” tutupnya. (Hamdi)