Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD, didampingi Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar memenuhi undangan Rapat Konsultasi dari Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Selasa (4/12), di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta. Acara tersebut dipimpin langsung Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, didampingi Wakil Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy.
Rapat konsultasi tersebut membicarakan antara lain mengenai masa jabatan beberapa hakim kontitusi yang akan berakhir, termasuk masa jabatan Mahfud. Selain itu, acara tersebut juga membahas seputar undang-undang yang mengatur MK, serta pencapaian dan ukuran tingkat keberhasilan dari pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh MK.
Dalam awal penuturannya, Mahfud meluruskan kesimpangsiuran informasi terkait dengan persoalan ketua MK mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi. Katanya, dirinya tidak pernah mengirimkan surat terkait dengan pengunduran diri sebagai hakim konstitusi kepada DPR. Dirinya hanya melaksanakan perintah undang-undang bahwa hakim konstitusi yang mengakhiri masa tugasnya harus melaporkan 6 (enam) bulan ke lembaga yang memilihnya.
“Tepatnya, Ketua MK memberi tahu kepada DPR, Presiden, Mahkamah Agung tentang hakim yang berakhir masa tugasnya sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum masa tugasnya itu berakhir,” terangnya. “Jadi, sama sekali tidak mengundurkan diri, memang undang-undang mewajibkan saya untuk melapor kepada lembaga yang memilih saya,” tambah Mahfud.
Berkenaan dengan seputar Undang-Undang (UU) MK, kata Mahfud, semua permasalahan terkait dengan UU yang akan diperbaiki atau dibuat baru sepenuhnya diserahkan kepada DPR. Sebab, kata Mahfud, suatu saat oleh masyarakat UU tersebut berpotensi dilakukan pengujian UU terhadap UUD 1945. “Setiap undang-undang berpotensi suatu saat oleh masyarakat digugat (ke MK),” terangnya.
Disamping itu, Mahfud juga menguraikan ukuran atau capaian tugas dan kewenangan yang dilakukan MK selama ini sesuai dengan agenda rapat tersebut. Menurutnya, ukuran atau capaian yang telah dilakukan oleh MK bisa bersifat kualitatif atau kuantitatif. Kalau bersifat kualitatif bersumber dari pendapat para hakim konstitusi itu sendiri, dan bersifat kuanlitatif berbentuk angka, yakni berapa perkara yang sudah ditangani oleh MK.
Menurutnya, jumlah perkara yang masuk dalam persidangan MK setiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup berarti. Hal demikian diketahui, karena setiap semester hakim konstitusi membuat daftar perkara yang masuk dan perkara yang diputus, dan hasilnya mengalami kenaikan. “Dapat dipastikan setiap tahun produktifitas kita naik, dari produkfitas tentang putusan, hingga pruduktifitas tentang perkara yang ditangani,” ujarnya.
Dalam catatan MK yang dijelaskan Mahfud dalam rapat itu, pada tahun 2012 ada sebanyak 58 (lima puluh delapan) perkara pengujian UU yang belum diputus. Hal demikian merupakan sebuah rekor yang belum pernah dialami oleh MK. “Pada tahun ini, masih ada 58 perkara pengujian UU yang belum diputus. Ini (perkara pengujian UU) adalah rekor, karena biasanya setiap tahunnya hanya tinggal sekitar 15 perkara,” terang Ketua MK ini.
Setelah mendengarkan pemaparan Mahfud terkait dengan kinerja MK, salah satu anggota DPR menyampaikan apresiasi terhadap kinerja MK selama ini. Menurutnya, disamping saat menggelar sidang selalu tepat waktu, persidangan di MK pun cukup transparan. “Secara umum saya melihat bahwa proses hukum acara di MK betul-betul saya mengapresiasi dan menghargainya,” ucapnya.
Tak cukup dari itu, anggota DPR lain juga meminta kepada Ketua MK untuk memberi saran bagaimana kualifikasi dan rekrutmen hakim konstitusi yang baik. Menurut Mahfud, DPR tidak dalam kapasitas yang cukup untuk menguji keahlian seorang calon hakim MK. “Oleh sebab itu, soal keahlian sebaiknya DPR membentuk suatu tim seperti pemerintah, tetapi pada akhirnya DPR lah yang menentukan kualitas yang ditentukan oleh tim itu,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)