Usaha Gulung Tikar, Pengusaha Tambang Ajukan Uji UU Minerba
Jumat, 30 November 2012
| 09:47 WIB
Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat memberikan saran perbaikan permohonan kepada Pemohon, Kamis (29/11).(Foto: BeritaHUKUM.com/opn)
JAKARTA, Berita HUKUM - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) kembali diajukan untuk diuji secara materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (29/11) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 113/PUU-X/2012 ini dimohonkan oleh Hazil Ma’ruf.
Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 125 ayat (2), Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 127 UU Minerba. Menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28I, dan Pasal 33 UUD 1945. Pemohon merupakan pengusaha pertambangan yang menjalin kerja sama dengan PT Timah. “Selama ini sistem yang dilakukan Pemohon dengan di PT. Timah adalah melalui sistem kemitraan. Hasil yang didapat oleh Pemohon, kemudian dibeli oleh PT Timah. Namun dengan adanya pasal a quo, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Kementerian Nomor 28/2009 direvisi oleh Peraturan Kementerian ESDM dengan Nomor 24/2012. Peraturan tersebut melarang PT Timah untuk melakukan kemitraan. Akibatnya dikeluarkannya Peraturan Kementerian ESDM tersebut, pemohon kehilangan pekerjaan bahkan ribuan penambang di BangkaBelitung,” paparnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
Terhadap permohonan Pemohon, Majelis Hakim Konstitusi yang beranggotakan Hakim Konstitusi Harjono dan Anwar Usman memberikan saran perbaikan permohonan kepada Pemohon. Harjono mengungkapkan agar Pemohon memperkuat dalil permohonannya dan kerugian konstitusional yang dialaminya. “Latar belakang menggambarkan posisi Anda dan itu belum kelihatan. Hal itu menurut saya perlu dicermati dalam permohonan Anda. Posisi Anda ini dengan PT Timah ini adalah hubungan kerja sama atau kemitraan ini hubungan yang bagaimana? Anda harus jelaskan, atas dasar kontrak atau ada izinnya?, ada masalah apa sehingga anda meminta pasal a quo dihapuskan? Kalau dihapuskan nanti bagaimana karena ini berpengaruh pada penambang lainnya?,” ujarnya.
Selain itu, mengenai Pasal 126 UU Minerba, Harjono menganggap pasal itu merupakan pasal yang justru membuat Pemohon dapat melakukan pekerjaannya sebelumnya. “Bukankah karena adanya Pasal 126, maka itu Anda bisa berada seperti sekarang? Kalau tidak ada Pasal 126, nanti PT Timah malah memberikan pekerjaan ini ke anak perusahaannya. Jadi, Pemohon harus mencermati, lalu konstruksikan dalam permohonan,” urainya.
Sementara Anwar meminta agar Pemohon menyesuaikan dalil mengenai kerugian konstitusional yang dialami dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan sebagai batu uji. “Saudara harus mengelaborasi sehingga Pemohon bisa membuktikan dalilnya. Kalau pasal ini merugikan Saudara, lalu apa pasal ini bertentangan dengan batu uji,” tandasnya.
Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan. Sidang berikutnya beragendakan memeriksa perbaikan permohonan yang dilakukan oleh Pemohon.(llu/mk/bhc/opn)