Hakim Konstitusi Muhammad Alim menerima kunjungan para mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, Senin (26/11) pagi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Alim antara lain membahas panjang lebar mengenai kewenangan dan kewajiban MK, termasuk juga menanggapi kasus aktual yang baru-baru ini terjadi, misalnya soal BP Migas.
Dikatakan Alim, kewenangan pertama MK adalah menguji UU terhadap UUD. Menurutnya, kewenangan ini merupakan pertanda Indonesia menganut paham demokrasi, sekaligus paham kedaulatan hukum karena UU adalah produk politik.
“Artinya, UU dibentuk oleh para politisi yaitu DPR dengan persetujuan Presiden. Sehubungan ada kemungkinan penonjolan kepentingan politik dari satu golongan tertentu dalam DPR, yang tidak mustahil bertentangan dengan UUD, maka diberikanlah kewenangan MK sebagai pengawal, penafsir dan penegak konstitusi untuk mengujinya. Ini adalah salah satu ciri negara hukum yaitu peradilan yang bebas dan tidak memihak,” urai Alim.
Kewenangan kedua MK adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Misalnya, kalau terjadi sengketa kewenangan DPR dan DPD, karena kedua lembaga tersebut kewenangannya diberikan oleh UUD.
Alim melanjutkan, MK berwenang memutus pembubaran partai politik. “Kewenangan memutus pembubaran parpol belum pernah dilakukan oleh MK karena belum ada permohonan dari pemerintah,” jelas Alim.
Di masa lalu, ungkap Alim, memang pernah terjadi pembubaran parpol seperti Partai Masyumi yang diminta membubarkan diri oleh Presiden Soekarno. Kemudian Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan oleh Jenderal Soeharto sebagai pengemban Surat Perintah 11 Maret 1966.
“Namun, pada masa itu pembubaran parpol hanya berdasarkan kekuatan politik belaka. Tidak ada proses peradilan,” tegas Alim.
Berikutnya, MK berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum maupun pemilukada. Perselisihan tentang hasil pemilu calon anggota DPR, DPD dan DPRD, serta hasil pemilihan umum Calon Presiden dan Wakil Presiden masuk ke MK sejak 2004.
“Sedangkan pada pemilu 2009 lalu, permohonan dari parpol-parpol yang menyangkut perselisihan hasil pemilihan umum meliputi 643 daerah pemilihan,” kata Alim.
Selain membahas kewenangan-kewenangan MK, Alim juga membahas kewajiban MK yaitu memutus pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden.
“Mengenai kewajiban MK memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD biasa disebut impeachment. Namun hingga sekarang kewajiban ini belum pernah dilakukan MK karena belum pernah ada permohon seperti itu,” imbuh Alim.
Dalam kesempatan itu Alim juga membahas putusan MK yang aktual mengenai BP Migas. Belum lama ini MK memutus pengujian UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas, menyatakan BP Migas inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945.
Dikatakan Alim, BP Migas dinyatakan inkonstitusional oleh MK karena BP Migas mewakili negara dalam mengurus sampai menandatangani kontrak kerja sama di bidang perminyakan dan gas dengan pihak asing. Hal itu mengakibatkan minyak Indonesia dikuasai asing sebanyak 53%. Padahal dalam UUD 1945 terutama Pasal 33 ayat (2) menyebutkan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. (Nano Tresna Arfana/mh)