Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD mengklarifikasi simpang-siurnya berita mengenai surat pemberitahuan tentang habis masa jabatannya pada 1 April 2013 mendatang, di hadapan wartawan pada Jumat (23/11). Pemberitahuan yang dilakukan oleh dirinya adalah perintah undang-undang yang menyatakan enam bulan sebelum masa jabatan berakhir harus memberitahukan kepada DPR.
“Saya ingin mengklarifikasi soal penyerahan surat pemberitahuan tentang habisnya masa jabatan saya kepada DPR karena banyak berkembang rumor di luar sana. Seperti ada yang mengatakan pengunduran diri saya diakibatkan adanya tekanan dari mafia narkoba, atau karena saya ikut mencalonkan diri pada 2014 mendatang. Sekarang saya menjelaskan bahwa surat pemberitahuan yang saya kirim ke DPR pada 1 Oktober lalu itu merupakan perintah UU,” jelasnya ketika ditemui rekan pers di ruang kerjanya.
Mahfud memaparkan, dalam UU MK, terhadap hakim konstitusi yang akan habis masa jabatannya, Mahkamah Konstitusi harus memberitahukan kepada lembaga pengusul hakim tersebut paling lambat 6 bulan sebelum berakhir. Hal itulah, lanjut Mahfud, yang dilakukannya dengan berkirim surat pada 1 Oktober 2012 lalu. “Saya hanya memberitahukan bahwa pada 1 April 2013 mendatang, masa jabatan saya berakhir dan saya tidak akan melanjutkan. Namun DPR baru membahas surat saya itu beberapa hari terakhir ini. Jadi, tidak ada masalah politis apapun di balik pengiriman surat saya kepada DPR pada 1 Oktober lalu. Selain kepada DPR, saya juga mengirimkan surat yang sama kepada presiden,” paparnya.
Disinggung mengenai alasannya tidak melanjutkan posisinya kepada Ketua MK, Mahfud mengungkapkan bahwa saat ini ia sedang merasa senang berada di MK. Ia melanjutkan, jika kesenangan ini diteruskan kemungkinan yang akan terjadi adalah kesewenang-wenangan.”Saya merasa prestasi saya di MK cukup bagus, maka saya senang di MK. Kalau suatu kesenangan dilanjutkan, nanti bisa terjadi kesewenang-wenangan. Jadi, saya memutuskan untuk berhenti dan saya berusaha agar lembaga ini tidak identik dengan pribadi. Ketika masa Pak Jimly (Jimly Asshiddiqie), MK maju, lalu MK identik dengan Pak Jimly. Kemudian ketika saya memimpin, MK juga maju, maka orang-orang mengidentikkan MK dengan saya. Saya tidak ingin ini terjadi, maka jika ini terus mengidentikkan kepada pribadi jadi lebih baik saya berhenti,” ungkapnya.
Kemudian Mahfud juga membuka rencananya ke depan ketika tidak lagi menjadi Ketua MK. Ia menuturkan akan kembali ke ‘habitat’-nya, dunia pendidikan. “Saya akan kembali mengajar. Sebelum saya berada di MK, saya menjadi pengajar di 15 universitas. Begitu pula ketika saya menjadi anggota DPR, saya masih sempat mengajar, namun ketika menjadi Ketua MK, saya hanya bisa mengajar di enam perguruan tinggi, yakni UII, Universitas Tanjung Pura, Universitas Lampung, Universitas Diponegoro, UNS. Setelah mengirim surat tersebut, saya sudah mengontak kembali 15 perguruan tinggi, tempat saya mengajar. Saya beritahukan bahwa usai 1 April 2013 mendatang, saya sudah bisa kembali mengajar,” paparnya.
Selain itu, menanggapi kemungkinan dirinya terjun ke dunia politik untuk persiapan 2014, Mahfud menolak berbicara. Menurutnya, rencana selain mengajar, belum ada yang bisa ia bicarakan. “Saat ini fokus saya ingin mencetak pendekar-pendekar hukum untuk negeri ini melalui mengajar. Saya hanya ingin mencoba berkontribusi di bidang hukum,” ujarnya.
Impechment “Mustahil”
Terkait isu impeachment Wakil Presiden Boediono yang ditanyakan kepadanya, secara teori kata Mahfud, hal itu bisa dilakukan melalui hak menyatakan pendapat oleh DPR. Namun hal itu, lanjut Mahfud, harus dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR. “Namun secara praktik, saya rasa mustahil karena (Partai) Demokrat pasti tidak setuju. Begitu juga dengan parpol yang tergabung dalam setgab. Namun secara teoritis, KPK masih bisa terus jalan jika memiliki bukti pendukung yang mengarah kepada wapres. Saya sarankan kepada KPK agar berhenti jika memang tidak ada bukti yang terkait dengan wapres, namun jika KPK memang memiliki bukti, silakan jalan terus,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengungkapkan dirinya diminta menjadi narasumber oleh Australian National University, Canberra, mengenai pluralisme di Indonesia. Mahfud menjelaskan masalah toleransi dan pluralisme di Indonesia mendapat perhatian dunia internasional. “Adanya letupan terkait masalah pluralism, seperti masalah Ahmadiyah, masalah di Bogor hingga konflik etnis, menarik perhatian dunia. Saya diminta untuk berceramah di Australian National University, Canberra. Kita di dalam negeri harus berhati-hati soal intoleransi karena dunia internasional memperhatikan. Masalah pluralisme dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita sebenarnya sudah kuat. Letupan kecil yang terjadi sebenarnya karena masalah manajemen pemerintahan dan keamanan sehari-hari,” jelas Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)