Kewenangan pemerintah mengelola pertambangan mineral dan batubara (Minerba) dalam menetapkan Wilayah Pertambangan (WP) dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) seharusnya menurut Mahkamah Konstitusi penetapan WP oleh pemerintah tersebut setelah ditentukan Pemda dan berkonsultasi dengan DPR. Selain itu, dalam menetapkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) pemerintah menetapkannya setelah ditentukan oleh Pemda.
Hal demikian sebagian dari inti putusan yang teregistrasi dengan No.10/PUU-X/2012. “Mengadili, menyatakan: Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Moh. Mahfud MD selaku Ketua Sidang Pleno yang juga Ketua MK saat membacakan putusan tersebut, Kamis (22/11) siang, di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam amar putusan yang dibacakan Mahfud, Mahkamah menyatakan bahwa frasa “setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah” dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 17 UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “setelah ditentukan oleh pemerintah daerah”.
Selanjutnya, Mahkamah juga menyatakan bahwa frasa “Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan” dalam Pasal 14 ayat (2) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Penentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh”.
Sementara, kata Mahkamah, Pasal 6 ayat (1) huruf e UU Minerba selengkapnya menjadi, “Penetapan WP yang dilakukan setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”. Sedangkan, Pasal 9 ayat (2) selengkapnya menjadi, “WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.
Mahkamah juga menegaskan bahwa Pasal 14 ayat (1) UU Minerba selengkapnya menjadi, “Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”. Dan, Pasal 14 ayat (2) selengkapnya menjadi, “Penentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah”.
Dan terakhir, Mahkamah juga mengatakan dalam putusannya bahwa Pasal 17 UU Minerba selengkapnya menjadi, “Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah”.
Permohonan pengujian UU Minerba ini dimohonkan oleh Bupati Kab. Kutai Timur, Prov. KalimantanTimur Isran Noor. Dia memohonkan Pasal 1 angka 29 sepanjang frase “dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan”, dan Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 171 ayat (1) sepanjang frase “untuk mendapatkan persetujuan pemerintah” yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Isran Noor beralasan, pihaknya telah dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya oleh pasal-pasal yang ada dalam UU Minerba tersebut. Karena, pasal-pasal tersebut, ujar Pemohon, tidak dapat menetapkan WP dan WUP serta menetapkan luas dan batas WIUP di wilayah kabupaten Kutai Timur dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang energi sumber daya mineral logam dan batubara.
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah pusat seharusnya menyerahkan kewenangan c.q. kewenangan penetapan WP dan WUP serta penetapan luas dan batas WIUP di wilayah Pemda kepada Pemda guna memenuhi sifat vertikal tersebut berdasarkan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 18 ayat (5) UUD 1945. (Shohibul Umam/mh)