JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah warga yang merasa dirugikan karena tidak bisa maksimal menyampaikan hak-haknya akhirnya memilih "menggugat" Undang-Undang (UU) UU No 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (MD3) dan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.
"Pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 pemohon uji materil (penggugat - Red) telah memilih anggota DPD. Bahkan mempercayakan aspirasinya kepada DPD yang dipilih. Namun dengan berlakunya UU MD3 dan UU P3 kewenangan DPD tereduksi sehingga tak cukup maksimal untuk menyampaikan hak-hak warga negara," demikian penasihat hukum "penggugat", Veri Junaidi, dalam persidangan Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, ada dua hal yang dinilai dapat mereduksi kewenangan DPD, yaitu untuk dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan untuk membahas rancangan undang-undang. Ia menilai seharusnya usulan RUU yang disampaikan DPD sama kedudukannya dengan usulan RUU yang disampaikan DPR.
Veri juga mengatakan, ketentuan untuk membahas RUU dalam Pasal 20 UU P3 disebutkan bahwa Presiden membahas bersama DPR. Hal tersebut justru mereduksi kewenangan DPD hanya pada tahap pertama dalam membahas RUU.
Padahal, dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 diberikan kewenangan untuk membahas RUU otonomi daerah, sumber daya alam, APBN dan lainnya.
"Berdasarkan penafsiran tersebut, DPD semestinya memiliki kewenangan tidak hanya tahap pertama, tapi seluruh tahapan bersama DPR dan Presiden," tegasnya.
Sementara itu, dalam sidang terpisah masih juga soal UU MD3 dan UU P3, DPD selaku "penggugat" meminta MK memulihkan kewenangannya.
"Hak inisiatif merancang UU oleh DPD dihilangkan. Pengkerdilan ini merusak ketatanegaraan kita," demikian penasihat hukum DPD, Todung Mulya Lubis.
DPD mempersoalkan Pasal 71 huruf a, d,e,f, g; Pasal 102 ayat (1) huruf d dan e; Pasal 107 ayat (1) huruf c; Pasal 143 ayat (5); Pasal 144; Pasal 147 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (7); Pasal 150 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan Pasal 151 ayat (1) UU MD3.
Sedangkan UU P3 yang disoal masing-masing Pasal 18 huruf g; Pasal 20 ayat (1); Pasal 21; Pasal 22 ayat (1); Pasal 23 ayat (2); Pasal 43 ayat (1), ayat (2); Pasal 46 ayat (1); Pasal 48 ayat (2), ayat (3); Pasal 65 ayat (3), ayat (4); Pasal 68 ayat (5); Pasal 69 ayat (1) huruf a,b; dan Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2).
Menurut Todung, pengujian UU MD3 dan UU P3 karena ada semacam anomali konstitusi, dimana lembaga perwakilan yang terdiri atas DPR, DPD dan DPRD memiliki hak yang sama dalam ikut menentukan legislasi yang dimandatkan UUD 1945. (Wilmar P)