Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menerima datangnya kunjungan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Senin (19/11) siang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Fadlil Sumadi menjelaskan secara panjang lebar mengenai pemahaman konstitusi dan hal-hal terkait lainnya.
“Konstitusi adalah hukum yang mula pertama dibentuk oleh suatu bangsa yang bernegara. Kenapa Nabi Muhammad SAW pindah dari Mekah ke Madinah? Karena beliau diminta untuk menjadi pemimpin. Ketika di Mekah beliau hanya seorang nabi dan rasul, namun ketika di Madinah beliau seorang nabi, rasul, juga pemimpin masyarakat maupun kepala negara,” urai Fadlil kepada para mahasiswa.
Oleh sebab itu, saat Rasulullah pindah ke Madinah, masyarakat Madinah menjadi negara. Susunan kemasyarakatannya terdiri atas kaum Muhajirin, Anshor, Nasrani, Yahudi serta orang-orang Arab di Madinah sendiri yang belum bersedia masuk Islam.
“Selanjutnya Nabi Muhammad membentuk Konstitusi Madinah yang biasa disebut dengan Piagam Madinah,” tambah Fadlil.
Dikatakan Fadlil, sebagai nabi dan rasul, Nabi Muhammad merupakan pilihan Allah SWT. Sedangkan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali adalah yang menggantikan kedudukan Rasulullah sebagai pemimpin masyarakat dan kepala negara, bukan sebagai nabi dan rasul.
Selanjutnya Fadlil mengatakan bahwa UUD 1945 adalah konstitusi tertulis yang menjadi hukum mula-mula dan menjadi pegangan masyarakat.
“Oleh sebab itu disebut sebagai Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelas Fadlil.
Karena itu, kata Fadlil, kalau melihat konstitusi sebagai hukum dalam prinsip negara hukum, disebutkan bahwa konstitusi adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
Fadlil melanjutkan, sistem hukum mengenal adanya hierarki. Dalam sistem hierarki hukum itu, konstitusi merupakan hukum tertinggi.
“Pertanyaan berikutnya, apa hukum-hukum di bawah konstitusi? Kalau di Indonesia, sesudah konstitusi disebut dengan UU. Sesudah UU disebut dengan Peraturan Pemerintah. Ada yang sejajar dengan UU yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti. Kemudian ada juga Peraturan Presiden dan seterusnya,” papar Fadlil.
Lebih lanjut Fadlil mengungkapkan, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Itulah yang terkandung dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945. Sedangkan Pasal 24 Ayat (2) menyebutkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
“Dari Pasal 24 UUD 1945 itulah kita mengetahui bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan pelaku kekuasaan kehakiman,” ujar Fadlil. (Nano Tresna Arfana/mh)