Undang-undang No. 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) yang tidak mengatur pembatasan masa jabatan anggota legislatif baik pusat maupun daerah, menurut Para Pemohon Antonius Iwan Dwi Laksono dan Moch Syaiful, masing-masing ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, memberikan perlakuan diskriminatif antara warga biasa dengan anggota legislatif yang sudah menjabat berkali-kali.
“Pasal 51 (UU Pemilu Legislatif), menurut para Pemohon ada ketidakadilan, karena tidak membatasi masa jabatan anggota legislatif,” terang kuasa hukum dari Para Pemohon Muhammad Sholeh dalam sidang pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 - Perkara Nomor 108/PUU-X/2012 – di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (13/11) siang. “Jelas ini melanggar prinsip non-diskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.”
Pemohon juga menilai, seharusnya jabatan-jabatan publik yang dipilih secara langsung melalui rakyat atau tidak langsung ada pembatasan masa jabatannya. “Idealnya, jabatan-jabatan publik yang dipilih melalui pemilihan umum maupun bukan harus ada pembatasan masa jabatan,” terang Para Pemohon dalam permohonannya. “Hal demikian penting untuk regenerasi personal-personal yang menduduki jabatan tersebut.”
Lebih dari itu, Para Pemohon melanjutkan, pembatasan dalam jabatan-jabatan publik juga berfungsi sebagai antisipasi agar kekuasaan tersebut tidak disalahgunakan oleh sebagian orang. “Kekuasaan yang tidak tidak dibatasi mempunyai kecenderungan disalahgunakan,” ujar Para Pemohon.
Pembuat UU Diskriminatif
Hal demikian, membuat Para Pemohon menganggap para pembuat UU telah melakukan hukum yang diskriminatif. Sebab dalam jabatan presiden, kepala daerah, maupun jabatan lainnya seperti pimpinan Komisi Pemilihan Umum harus dibatasi, sementara untuk jabatannya sendiri selaku pembuat UU tidak diberikan batasan.
“Makanya, sekarang ini ada anggota DPR dan DPRD yang sudah menjabat 3 (tiga) kali. Artinya anggota legislatif yang sudah 15 (lima belas) tahun menjadi anggota lagislatif tanpa tergantikan,” terang para Pemohon.
Sehingga Para Pemohon memohonkan kepada Mahkamah untuk menyatakan UU No. 8/2012 tentang Pemilu Legislatif (UU Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), terutama Pasal 51 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h , i, j, k, l, m, n, o, p, yang mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, dan menyatakan tidak memenuhi kekuatan hukum mengikat.
Pengujian UU yang sama juga diujikan oleh Hadi Setiadi dengan perkara 109/PUU-X/2012. Ia dari Cianjur Jawa Barat, mengujikan Pasal 24 dan 27 UU Pemilu Legislatif terhadap UUD 1945. Sementara, Pimpinan Sidang Panel, Akil Mochtar saat memberikan nasihat kepada permohonan Pemohon No. Perkara 109 mengatakan bahwa berkas permohonan yang diajukan ke Mahkamah belum benar, sehingga harus diperbaiki lagi.
“Dalam permohonan bapak tidak ada petitumnya ini kan aneh. Tidak seperti itu model di MK,” ujar Akil. “Struktur permohonan saudara tidak lazim. Perbaiki dulu yah,” terang Akil sembari mengatakan perbaikan permohonan diberi waktu selama 14 hari. (Shohibul Umam/mh)