Pemeriksaan pendahuluan Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 12/2008 Perubahan Kedua tentang Perubahan Kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah - Perkara No. 107/PUU-X/2012 - berlangsung pada Senin (12/11) siang di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon adalah Eggi Sudjana yang didampingi kuasa hukum Heri Ariandi dkk.
Pemohon sebagai pendaftar calon independen dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Jabar) merasa hak dan atau kewenangan konstitusionalnya merasa dirugikan dengan berlakunya syarat dukungan dalam Pasal 59 UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua tentang Perubahan Kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut.
“Kami menganggap Pasal 59 UU a quo bertentangan dengan hak kemerdekaan kepada warga negara, pemenuhan dan persamaan hak, baik pekerjaan, politik, agama, berserikat, mengeluarkan pendapat, kesempatan yang sama dalam pemerintahan, kemudahan untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, dan bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apa pun,” urai Pemohon.
Pasal 59 UU No. 32/2004 berbunyi, “ayat (1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik; b. pasangan calon perseorangan yang didukung sejumlah orang.”
Selanjutnya, ayat (2a) Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan … ; d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.0000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3%.
Pemohon berdalih bahwa hukum dihadirkan untuk mencari kebenaran dan keadilan dengan paradigma tersebut. Apabila para pencari keadilan menghadapi suatu persoalan hukum, maka bukan “pencari keadilan yang disalahkan” melainkan para penegak hukum harus berbuat terhadap hukum yang ada, termasuk meninjau asas atau norma, doktrin, substansi serta prosedur yang berlaku, termasuk dalam hal ini norma yang mengatur tentang persyaratan dukungan dengan ketentuan untuk menjadi calon gubernur dari jalur independen dalam Pasal 59 ayat (2a) huruf d UU No. 12/2008 Perubahan Kedua tentang Perubahan Kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Bahwa hukum hadir di tengah-tengah masyarakat dijalankan tidak sekadar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan yang tersurat, melainkan yang tersirat dengan semangat dan makna lebih dalam dari hukum atau undang-undang. Hukum tidak hanya dijalankan dengan pemenuhan syarat formilnya saja, tetapi tujuan secara materiil terlaksana dengan komitmen untuk membangun demokrasi Pancasila yang menjadi groundnorm bangsa Indonesia,” papar Pemohon kepada Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Achmad Sodiki.
Berdasarkan dalil-dalil Pemohon tersebut, maka Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya, serta menyatakan Pasal 59 ayat (2a) huruf d UU No. 12/2008 Perubahan Kedua tentang Perubahan Kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28C Ayat 92), Pasal 28D Ayat (3), Pasal 28E Ayat (3), Pasal 28H Ayat (2), Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
“Menyatakan isi Pasal 59 ayat (2a) huruf d tentang syarat dukungan 3% dari jumlah penduduk provinsi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan segala akibat hukumnya bagi Pemohon atau semua calon independen gubernur provinsi di seluruh Indonesia,” demikian petitum Pemohon. (Nano Tresna Arfana/mh)